Minggu, 08 Agustus 2010

MENGUAK DALANG BOM BALI

The world has only one problem, psychopaths. They are overrepresented in prison, politics, corporations, military, law enforcement agencies, law firms and in the media.

Normal people must stand together, lest the psychopath’s tools, fear, lies, hatred and intimidation, replace love as the glue that binds society together.



Setelah kemarin saya meneliti peristiwa 11 September dan ternyata banyak sekali ketidakberesan di sana dan segala ketidakberesan itu menunjuk kepada keterlibatan dinas rahasia dan pemerintah Amerika dan Israel, maka saya mulai menelusuri berita-berita terorisme lainnya yang selama ini terjadi, baik yang terjadi di luar negeri maupun dalam negeri. Saya selama ini memang jarang mengikuti berita-berita tersebut, hanya sekilas-sekilas saja. Saya sebelumnya tak pernah secara khusus mengetikan keyword WTC atau Amrozi saat browsing di internet. Jadi, saya membaca artikel yang berkaitan dengan peristiwa tersebut hanya karena sekedar kebetulan nyangkut saja. Oleh karena itu, baru kali ini, setelah lewat bertahun-tahun, saya baru membahasnya secara khusus.

Saya selama ini memang lebih banyak membaca ensiklopedi, atau e-book, atau beragam artikel tentang science, hobi utama saya. Profesi utama saya kan memang scientist alias ilmuwan. Tetapi, untuk sementara ini saya agaknya terpaksa alih profesi menjadi James Bond. Menjadi undercover agent. Mau bagaimana lagi? Kebutuhan mendesak saya untuk beralih profesi. Kebenaran mesti diungkap. Tuh lihat di atas, saya juga sudah melakukan penyamaran, nama saya ubah dengan beragam alias. Foto juga saya ubah. Keren, kan?

Untuk sementara ini saya ingin meneliti dua peristiwa di dalam negeri dulu saja, yakni Bom Bali dan dugaan nuklir bawah laut sebagai penyebab tsunami di Aceh. Tulisan ini adalah yang tentang Bom Bali, masalah tsunami di Aceh yang berikutnya karena saya masih belum punya data-data yang lengkap. Untuk masalah tsunami itu nampaknya agak sulit mengungkapnya. Karena itu, saya nanti mungkin hanya akan membuka wacana saja, tidak akan mengambil kesimpulan seperti yang ada pada tulisan ini dan peristiwa 11 September. Saya memang tak akan pernah mengambil kesimpulan bila tak ada bukti-bukti yang kuat. Selain itu, saya juga nanti akan menulis tentang psikopat. Untuk masalah psikopat, sebelum saya menulisnya untuk sementara antara lain bisa Anda baca dulu:

1. The Psychopath: The Mask of Sanity, Special Research Project of the Quantum Future School.

2. Is Your Boss a Psychopath? by Alan Deutschman.

3. Snakes In Suits: When Psychopaths Go To Work by Paul Babiak, Ph.D. dan Robert D. Hare, Ph.D.

4. Twilight of the Psychopaths by Dr. Kevin Barrett.

5. www.ponerology.com, baca juga resources yang terdapat pada bagian terakhir dari website ini.

6. The Trick of the Psychopath's Trade by Silvia Cattori.

Artikel-artikel tersebut sangat penting dan menarik. Rata-rata orang yang pernah membacanya juga beranggapan demikian. Bila Anda punya waktu bisa juga mencari sendiri artikel-artikel lain yang berkaitan, tetapi saya sarankan baca dulu yang di atas tadi. Sangat penting untuk menambah wawasan kita tentang ilmu psikologi, dan pada akhirnya juga tentang ilmu antropologi dan ilmu evolusi. Mudah-mudahan pada akhirnya juga akan bisa membawa kita untuk bisa menciptakan peradaban dunia yang lebih baik dari sekarang, yakni:

…a civilization without war, a civilization based on truth, a civilization in which the saintly few rather than the diabolical few would gravitate to positions of power. (Kevin Barrett, Twilight of the Psychopaths).

Supaya saya tak disangka sedang mengarang teori konspirasi, maka untuk membahas Bom Bali ini saya akan mengutip dari majalah mainstream dan dari narasumber mainstream pula, kebetulan seorang non-muslim. Oke, kita akan mengutip ucapan mantan kepala Bakin A.C. Manulang yang tentu saja sangat paham tentang seluk beluk dunia yang digelutinya.

Former State Intelligence Coordinating Board (Bakin) chief A.C. Manulang has said that Kuwaiti citizen Omar Al-Faruq, a terrorist suspect who was arrested in Bogor, West Java, on June 5, 2002 and handed over to the US three days later, is a CIA-recruited agent.

Al Faruq was assigned to infiltrate Islamic radical groups and recruit local agents within these groups.

When Al Faruq finished his assignments, the CIA created a scenario that he had been arrested, Manulang told Tempo News Room in Jakarta on Thursday afternoon.

This kind of operation is aimed at starting conflicts in Indonesia and creating the image that Indonesia is a land of terrorists.

After the CIA obtained complete data on this matter, they then made Al-Faruq disappear. It’s common in intelligence world, said Manulang. (TEMPO Interactive, 19 Sep 2002).

Kiranya perlu dicatat bahwa berita ini dimuat sebelum peristiwa Bom Bali. Lihat tanggalnya. Jadi, orang-orang intelijen sudah lumayan bisa memprediksi apa yang kira-kira akan menyusul terjadi nanti setelah Indonesia mendapat “kunjungan diplomatik” dari Al-Faruq.

Oke, sekarang kita bicara soal fakta-fakta yang menunjang ucapan mantan kepala Bakin tadi. Apa artinya fakta? Fakta artinya adalah sesuatu yang benar-benar terjadi. Lawan kata dari halusinasi atau ilusi, yang biasa kita temui pada pengidap schizophrenia.

Fakta: Al-Faruq dan juga Hambali adalah bossnya Amrozi, sudah bertahun-tahun mereka ditahan oleh Amerika, atau lebih tepatnya bukan ditahan, tetapi bercengkerama dengan Amerika. Sebagai boss mereka tentu dosanya jauh lebih besar dari Amrozi, yang cuma prajurit lapangan. Nah, bila Amrozi sudah diadili dan akan dieksekusi, kenapa Al-Faruq dan Hambali yang dosanya jauh lebih besar itu tak pernah diadili? Bahkan, wartawan tak boleh mewawancarai mereka. Tak seorang pun. Aneh, bukan? Bahkan, pemerintah Indonesia pun dilarang menemui Hambali. Tambah aneh lagi. Padahal, dia warga Indonesia yang melakukan tindak pidana di Indonesia. Buat apa dia diboyong ke Amerika? Secara hukum, yang berhak menahan dan mengadilinya tentu saja adalah pemerintah Indonesia.

Tapi, Amerika tetap membandel menyembunyikan Hambali. Tak boleh ditengok siapa pun dengan alasan apa pun. Bila ada yang disembunyikan berarti ada bangkai di sana, yang khawatir tercium oleh wartawan khususnya dan dunia luar pada umumnya. Jadi, ucapan mantan kepala Bakin A.C. Manulang itu memang benar bahwa mereka adalah orang didikan CIA yang disuruh menyusup ke organisasi-organisasi Islam radikal. Mole, demikian istilah trendinya dalam dunia intelijen. Kebetulan saya ini kadang-kadang suka main game detektif juga sehingga bisa tahu istilah itu. Kisah semacam itu antara lain itu terdapat pada game Soldier of Fortune 2, yang ternyata sang mole itu adalah salah satu bossnya sendiri. Game-nya cukup seru juga, dengan beragam senjata canggih dan bertualang ke berbagai negara.

Karena pernah akrab dengan kisah semacam itu, maka saya pun dengan cepat pula bisa menyesuaikan diri saat mempelajari kisah di real world-nya. Tidak lantas tetap ngeyel membabi buta tertipu “arus massa”. Main game kan memang kadang perlu waktu berhari-hari menyelesaikan misinya, apalagi saya punya kebiasaan mengulangi kembali game yang pernah saya mainkan sampai berkali-kali apabila game itu cukup seru dan grafiknya bagus. Jadi, saya bisa sampai hafal skenarionya. Termasuk juga Max Payne edisi pertama. Itu seru sekali, saya sampai sekarang masih hafal skenarionya. Kalau yang seri kedua saya sudah ogah karena ternyata sudah disusupi para “mole” juga dan merusuhi saya di sana. Tikus-tikus schizophrenia itu ternyata sudah menyusup sampai ke dunia game juga.

Mole itu arti harfiahnya adalah tikus tanah. Dalam dunia intelijen artinya adalah penyusup atau dalam istilah populernya adalah double agent. Dan itu program yang sudah sangat lumrah di dalam dunia James Bond. Saling merekrut double agent itu sudah sarapan sehari-hari dunia intelijen. CIA merekrut orang Rusia atau sebaliknya KGB merekrut agen CIA. Dan dalam kasus Bom Bali ini, CIA merekrut orang Islam. Menjadi double agent antar negara itu bayarannya gede, kadang bisa sampai jutaan dolar, karena itu banyak yang mau. Anda juga kalau ditawari mungkin ada yang mau. Bisa kaya mendadak pokoknya kalau mau jadi double agent. Baca misalnya kisah Aldrich Ames. FBI juga sering menaruh mole di mafia, tapi jangan harap mole yang masuk ke dunia hitam mafia itu akan bisa selamat kalau ketahuan belangnya. Akan langsung dicincang di tempat. Para mole yang sudah pernah menyusup ke mafia akan tetap memakai nama samaran sampai matinya karena mereka seumur hidup akan tetap dikejar juga.

Pada tahun 2005 Al-Faruq diberitakan lolos dari penjara super ketat (high security prison) Bagram yang dipagari berlapis kawat listrik dan ditaburi ladang ranjau. Penjara itu dan sekalian airportnya dijaga sekitar 700 tentara. Kira-kira 1,5 penjaga untuk 1 tahanan. Lebih banyak penjaganya daripada tahanannya. Selama ini tak ada seorang pun tahanan yang bisa lolos dari penjara Bagram yang terkenal sangat kejam tersebut. Dan sebagian besar tahanan yang ada di sana ditangkap tanpa bukti apa pun. Mereka bisa saja ditahan atas dasar laporan tetangga, kenalan di jalan atau semacamnya, dan langsung dipenjara bertahun-tahun tanpa proses pemeriksaan dan pengadilan. Tak jauh beda dengan kondisi yang ada pada zaman kejayaan Inquisisi. Para tahanan disiksa, ditembak, wanita muslim diperkosa dan banyak yang mati dibunuh tentara Amerika di sel-sel penjara. Barbar. Bisa Anda lihat berita dan foto-fotonya di internet. Silakan. Saya cerita apa adanya.

Jadi, bila Al-Faruq diberitakan bisa lolos dari sana mungkin dia itu masih adiknya Batman. Atau minimal masih bersaudara dengan Wong Fei Hung. Bak buk gedebak gedebuk.. tewas dah itu semua 700 tentara terlatih dan bersenjata lengkap. Perkara ribuan ranjau? Ah, itu bagi Faruq cuma apem saja. Ente aja paling-paling cukup disentil kelinking Al-Faruq udah tewas ditempat. Lha wong dia adiknya Batman. Bisa langsung mencelat ente.

Oke, tadi tentu saja cerita apus-apusan yang diliris CIA. Cerita yang sebenarnya ya tentu saja Al-Faruq sengaja dilepaskan. Malah kemungkinan besar dia sama sekali tak pernah berada di penjara Bagram dan hidup berfoya-foya di hotel menikmati duit bayarannya. Mungkin dia sedang diberi tugas baru lagi. Melakukan penyusupan lagi. Karena itu diberitakan lolos. Dan setelah ia kemudian dianggap tidak berguna dan dikhawatirkan bisa membocorkan rahasia: dor.. dor.. habis perkara. Demikian nasib yang menimpa Al-Faruq. Kapok, dah. (Bisa Anda baca sekali lagi artikel Dead Witnesses karya Carl Oglesby yang saya upload kemarin).

Tentu saja semua ucapan Al-Faruq yang diperoleh dari hasil “interogasi” yang dilakukan CIA itu semuanya bisa kita abaikan begitu saja. Termasuk juga berbagai bualannya tentang Al-Haramain, Al-Qaedah, rencana pembunuhan Megawati dll. Lha wong itu bukan ucapannya Al-Faruq, kok. Dan dia tak pernah diinterogasi. Tetapi, itu semua cuma ucapannya ”Mr. Gilchrist”. Anda masih ingat Mr. Gilchrist, nggak? Ya, semuanya hanya tipu-tipu saja. Hanya orang dungu pula yang bisa diapusi dengan cerita-cerita gombal semacam itu.

Mengenai bualannya tentang hubungan Al-Haramain dengan Al-Qaedah itu agaknya untuk mengintimidasi pemerintah Saudi Arabia. Tentu saja tujuannya agar Saudi selalu mau berkompromi soal minyak kepada Amerika. Demikian pula kenapa para pemuda Arab yang dibunuh CIA dan Mossad di Florida, yang lalu dibualkan sebagai pembom WTC itu, mayoritas adalah pemuda dari Saudi Arabia. Dengan selalu menyudutkan Saudi Arabia, maka Amerika akan selalu bisa dapat berkompromi soal harga minyak dengan Saudi. Tangan dijabat punggung ditikam, demikian sikap Amerika kepada Saudi.

Kita tahu bahwa mustahil Amerika akan menyerbu Saudi karena sikap pemerintahnya yang moderat sejak terbunuhnya Raja Faisal dan wilayahnya yang meliputi Mekkah dan Madinah. Bila Amerika sampai berani menyerbu Saudi, well, orang-orang Pakistan pun akan bisa nekad meledakkan nuklirnya. Jadi, mereka hanya sekedar mengintimidasi pemerintah Saudi agar selalu lurus mau bekerja sama, tak lantas membelot ke jalur Raja Faisal. Tangan dijabat punggung ditikam. Dan nampaknya Raja Faisal dulu tewas dibunuh CIA dan Mossad karena dialah pelopor embargo minyak yang sempat membuat Amerika hampir bangkrut, tentu saja termasuk membuat bangkrut para pengusaha dan bankir Yahudi di Amerika. Orang yang benar-benar sangat berbahaya bagi kepentingan Amerika dan Israel. Tentu mereka membunuhnya melalui tangan ketiga juga.

Selain untuk mengintimidasi Saudi, tujuan lainnya nampaknya adalah untuk mendiskreditkan dan mengintimidasi umat Islam di Eropa karena masjid-masjid dan yayasan-yayasan amal mereka disangkutpautkan dengan Al-Qaedah.

Bagaimana dengan tujuan aksi-aksi teror yang dilakukan CIA di Indonesia? Seperti kata mantan kepala Bakin A.C. Manulang di atas tadi, tujuannya adalah “This kind of operation is aimed at starting conflicts in Indonesia and creating the image that Indonesia is a land of terrorists”. Mendiskreditkan Indonesia dan akhirnya terpaksa pemerintah Indonesia mau bekerja sama dengan Amerika. Kita tahu bahwa sebelum peristiwa Bom Bali pemerintah Indonesia ogah mengurusi proyek Amageddon atau pun “war on terror” karya orang-orang fundamentalis tersebut. Setelah banyaknya aksi pemboman terpaksa pemerintah Indonesia mau bekerja sama. Mungkin juga ada unsur-unsur gelap di Indonesia sendiri yang tertarik dengan proyek CIA tersebut, tetapi tak dapat support, lalu bekerja sama dengan CIA membikin kekacauan di negaranya sendiri. Tapi, soal adanya kerjasama dengan unsur-unsur di Indonesia ini masih kira-kira saja, saya belum tahu pasti. Saya tak mau grusa-grusu menuduh orang. Akan tetapi, kalau berbagai teror pemboman itu proyek CIA, memang sudah jelas. Meski demikian, mengingat banyaknya terjadi beragam kerusuhan di Indonesia saat itu, yang mungkin didalangi oleh unsur-unsur gelap tersebut, maka kemungkinan bahwa mereka bekerja sama dengan CIA ada juga, walau tentu dengan tujuan yang berbeda dengan CIA.

Selain untuk mengintimidasi Indonesia, Bom Bali juga bertujuan untuk “menggalang support” dari rakyat Australia karena mereka banyak yang ogah dengan proyek Amageddon tersebut. Setelah terjadinya Bom Bali, maka rakyat Australia langsung mendukung proyek sinting tersebut. Mereka berhasil ditipu mentah-mentah. Tujuan bom itu agaknya sama dengan kartun di koran Jyllands-Posten Denmark dan film Fitna karya Wilders di Eropa. Juga sebagai hukuman kepada rakyat Australia yang masih bandel tak mau tunduk kepada kepentingan Washington dan Tel Aviv.

This atrocity was the punishment meted out to Australians and others opposed to the Judeo-Christian Crusade against Islam. Ordinary everyday people, Australians in particular, who had earlier been sensible enough and brave enough to speak out against their Prime Minister’s slavish obedience to Ariel Sharon and George W. Bush in their ruthless quest to loot and destroy the Middle East. (Joe Vialls, 21 October 2002).

Judeo-Christian Crusade against Islam? Ya, tepatnya Judeo-Christian fundamentalist, bukan Judeo-Christian secara keseluruhan karena tak semua orang Amerika, Australia dan Eropa mendukung proyek gila Abad Pertengahan tersebut. Masih banyak orang sana yang cukup waras dan rasional menentang proyek Dark Ages tersebut, terutama lagi kalangan ilmuwan. Kalangan ilmuwan di Barat sendiri memang sudah lama mual dengan beragam proyek kaum fundamentalis tersebut, termasuk juga proyek mereka di bidang “ilmiah”, seperti proyek Henry Morris cs misalnya. Para ilmuwan memang merupakan musuh bebuyutan kaum fundamentalis dalam “culture war” yang masih berlangsung dengan sengit di Barat hingga saat ini, terutama di Amerika, yakni perang antara aliran fundamentalis dan liberal. Bila kita mau telusuri lebih jauh, sebenarnya “culture war” itu sudah terjadi semenjak pemberontakan yang dilakukan oleh Galileo pada abad ke-16 dan masih berlangsung hingga detik ini. Anda bisa membacanya pada beragam artikel di internet tentang “culture war” tersebut. Saya tentunya sangat paham tentang hal itu karena itu termasuk fak utama saya. Tak terasa sudah hampir dua windu saya menggeluti masalah itu, mulai tahun 1994. Perang sengit antara dua “faksi” tersebut yang sempat mencuat terakhir adalah antara cawapres Sarah Palin yang didukung kaum fundamentalis dan aktor Matt Damon yang didukung kaum liberal. Debat soal ko-eksistensi manusia dan dinosaurus dan soal umur bumi. Rame banget, deh. Apalagi bila kita baca komentar-komentar pembacanya. Banyak juga yang lucu-lucu. Saya kadang bisa spontan ketawa waktu membacanya. Rame pokoknya. Anda bisa turut membacanya juga di internet.

Selain penting bagi orang Yahudi, Palestina itu memang penting sekali di dalam kepercayaan kaum fundamentalis, yakni sangat erat berkaitan dengan keyakinan mereka tentang Rapture dan Armageddon. Bush dan para penasehatnya adalah pengikut aliran tersebut, demikian juga Sarah Palin. Silakan Anda pelajari lebih lanjut tentang hal tersebut di internet. Ketikan saja keyword Bush and Rapture atau Armageddon, langsung segera bermunculan ratusan ribu artikel yang mengulasnya. Jadi, segala keributan, teror dan peperangan yang mereka lancarkan di mana-mana selama ini, terutama di Timur Tengah, adalah demi segera terlaksananya Rapture dan Armageddon tersebut. Penganut sekte ini tak terlalu peduli dengan nyawa manusia, apalagi global warming, toh menurut mereka sebentar lagi kiamat datang. Bahkan mereka berusaha keras agar kiamat cepat datang supaya mereka segera bisa di-rapture ke surga. Sekte yang baru mulai populer pada abad ke-20 kemarin itu juga banyak penganutnya di kalangan pemerintahan dan bisnismen. Jutaan rakyat Amerika juga menganut sekte aneh tersebut. Dipadukan dengan kepribadian yang psikopat, maka sekte itu bisa menjadi sangat fatal akibatnya bagi perikemanusiaan. Keyakinan gila dan dianut oleh orang-orang gila pula. Double fatality. Kemudian keyakinan tersebut dimanfaatkan oleh orang-orang radikal Yahudi, ikut numpang di situ untuk kepentingan mereka sendiri, yakni zionisme. Juga ikut dimanfaatkan oleh para bisnismen oportunis Amerika untuk ikut meraup untung, terutama para bos pabrik senjata dan perusahaan minyak, milyaran dolar yang bisa mereka raup dari bisnis perang tersebut. Pokoknya, semua orang gila psikopat kumpul di situ. Akibatnya? Yah, sudah turut Anda rasakan juga saat ini. Perang di mana-mana, perang tanpa henti, ekonomi dunia buyar, dan tentu saja cepat atau lambat akan berpengaruh ke ekonomi rumah tangga Anda juga. Dan semua ini gara-gara dunia dikuasai oleh para psikopat.

Psychopaths are social predators who charm, manipulate, and ruthlessly plow their way through life, leaving a broad trail of broken hearts, shattered expectations, and empty wallet. Completely lacking in conscience and in feelings for others, they selfishly take what they want and do as they please, violating social norms and expectations without the slightest sense of guilt or regret. (Robert Hare)

Jadi, semua perang dan kekacauan itu hanya akan bisa berhenti bila para psikopat disingkirkan dari panggung kekuasaan serta semua posisi yang memungkinkan mereka melakukan kekacauan, termasuk juga melakukan korupsi, manipulasi dll. Semua manusia normal dari semua negara dan semua agama--maupun yang tidak beragama--harus bersatu mencegah mereka. Bila tidak maka selamanya yang terjadi adalah para psikopat menganjurkan perang, terorisme, kebencian dll., dan orang normal mati di tengah-tengah. Orang psikopat sama sekali tidak akan pernah merasa bersalah dan menyesal melakukan semua kekacauan itu karena susunan otak mereka berbeda dari manusia normal, dan tentu saja cara berpikir mereka sangat berbeda pula. Gen dari zaman dinosaurus masih tersisa pada mereka, yakni pada sekitar 1 sampai 4 persen populasi manusia. Ini antara lain karena kurang berfungsinya bagian amygdala yang terdapat pada susunan otak mereka. Amygdala adalah bagian otak yang mengatur perasaan manusia. Evolusi otak orang-orang psikopat masih belum sempurna dan primitif, masih menyisakan susunan otak dari zaman kejayaan bangsa reptilia. Ini adalah masalah medis yang repotnya selama ini belum dianggap sebagai penyakit, sehingga para pengidapnya bisa dengan bebas berkeliaran di mana-mana, baik di dunia politik, bisnis, militer atau apa saja. Dan mereka mengakibatkan kehancuran di mana-mana, di setiap bidang yang digelutinya, tanpa peduli nasib orang lain akibat tindakannya. Mudah-mudahan penyakit ini nanti bisa segera diketemukan obatnya juga. Bacalah segera nanti tulisan karya Dr. Barrett. Turut saya upload bersamaan tulisan ini.

Jadi, fakta bahwa Al-Faruq dan Hambali tidak pernah diadili, bahkan dilindungi, yakni tak seorang pun dari dunia luar yang bisa menemui mereka, adalah bukti bahwa mereka orang rekrutan CIA. Bila mereka memang benar-benar teroris tentu akan diadili dan digantung seperti Saddam Hussein cs. Atau segera ditembak seperti nasib yang menimpa Amrozi cs, komplotan yang kebetulan bernasib sial dijerumuskan ke dalam perangkap CIA oleh Al-Faruq dan Hambali. Kelompok pengajian mereka disusupi, kemudian mereka dipanasi, dikompori, diberi dana dan disuruh melakukan pemboman. Kemudian, para mole itu menghilang. Hanya wayangnya yang tertangkap dan menerima akibatnya. Dan memang berbeda dengan para teroris betulan yang ke mana-mana sibuk berganti identitas dan tampang, kalau perlu malah operasi plastik, Pak Hambali itu malah tenang-tenang saja tak pernah berganti rupa. Para tetangganya di Thailand memang menyatakan begitu, ia tak pernah bersusah payah menyembunyikan wajahnya. Kalem-kalem saja. Ngapain ganti tampang, lha wong ia setiap hari malah 3G-an sama George Bush.

Operasi yang hampir mirip dengan yang ada di peristiwa Monas kemarin. Bedanya cuma di sana tak ada mole, tetapi provokator. Begitu sasaran terprovokasi, nah itu artinya operasi sukses besar, langsung saja mereka ditangkap dan diadili. Dan karena para pemasang berita di TV-TV itu, diantaranya mungkin orang-orang Amerika-Yahudi, ikut terlibat membiayai para provokator, tentu saja yang disorot kamera adalah sasaran mereka dan langsung saja semua news ticker menuntut pembubaran sasaran.

Bagaimana kemudian dengan sang provokator? Atau lebih tepatnya para provokator karena mereka jumlahnya bukan hanya satu, tetapi beberapa. Tentu saja mereka tak pernah disorot kamera TV. Karena itu yang sempat ketahuan cuma satu saja. Dan bila Anda tidak buta huruf dan rajin mengikuti berita, tentu Anda tidak pernah membaca berita sang provokator tersebut diadili. Dia lenyap, kasusnya dibekukan, tak usah diadili. Persis seperti juga kasus Al-Faruq dan Hambali. Pura-pura ditangkap, lalu lenyap, tak pernah diadili. Atau kasus bom Istiqlal. Pelakunya juga pura-pura ditangkap, lalu tak ada kabar beritanya lagi, kasusnya dibekukan, tak ada berita dia diadili. Dan kalau nanti dia dianggap sudah tak berguna, mungkin akan langsung dikirim ke alam baka. Kalau dibiarkan tetap berkeliaran kan dikhawatirkan bisa membocorkan rahasia. Tentu tak mesti dengan cara didor langsung, terlalu menyolok saudara-saudara. Bisa tiba-tiba mati mendadak karena keracunan, overdosis obat, sakit jantung, kecelakaan dll. Yang jelas bukan mati karena panuan.

Agaknya para anggota ormas Islam itu, termasuk Banser dan FPI, dikit-dikit perlu belajar intelijen juga supaya tidak terlalu gampang ditipu dan diakali, lalu berantem sesama muslim sendiri. Benar-benar sangat naif. Mereka sekarang sibuk berantem dan yang mengadu domba mereka sibuk ketawa sekarang, operasi bulus sukses besar. Mungkin mereka antara lain bisa belajar kepada Zulkifli Lubis, kepala intelijen kita yang pertama dan juga sekaligus pendirinya. Saya dulu pernah membaca riwayatnya, dia dilatih langsung oleh Jepang yang saat itu sedang sibuk berperang melawan sekutu. Tentu saja dia juga dilatih untuk menyusupkan provokator ke tengah-tengah massa--malah dia pernah mempraktekkannya. Dan mungkin juga pernah belajar tentang “trik rel Manchuria”. Saya tak bermaksud buruk, saya memang menganjurkan bahwa ormas Islam itu dikit-dikit perlu mempelajari intelijen, supaya bisa menangkal operasi-operasi semacam itu. Juga bisa menangkal para mole yang bertujuan merusak citra dan mendiskreditkan umat Islam.

Kiranya anjuran untuk belajar intelijen juga berlaku pada rakyat Amerika, Eropa dan Australia. Supaya mereka juga tak terlalu gampang ditipu oleh pemerintahnya sendiri. Dan setelah itu sibuk sesumbar tentang dunia bebas dan patriotisme. You believe you are dying for the fatherland--you die for some industrialists and fundamentalists.

Demikianlah fakta-fakta yang ada. Jadi, bila ada yang masih berhalusinasi atau berilusi sebaliknya, yakni menentang fakta-fakta yang jelas ada di depan mata, mestilah dia pengidap schizophrenia dan bisa segera kita kirim ke RSJ. Lha wong sakit jiwa. Atau bisa juga segera mendaftar ikut kejar paket A karena dia pasti 100% buta huruf dan tidak pernah mengikuti berita.

Saya sebenarnya sudah pernah juga membaca artikel-artikel tentang digunakannya micro-nuclear pada bom Bali, yakni ada “penumpang gelap” yang membonceng bom Amrozi cs. Mengingat bahwa CIA memang adalah dalang peristiwa itu, maka kemungkinan ke arah sana tentu saja terbuka lebar. Tapi, sehubungan pembuktiannya memang agak susah dan perlu penelitian yang lama, maka saya sementara ini tidak banyak berspekulasi dulu. Mungkin nanti saya akan membahasnya juga, tapi perlu mengumpulkan bukti-bukti dulu. Saya di sini hanya berbicara tentang fakta-fakta dulu saja, dan juga berpikir dengan logika. Dan mudah-mudahan nanti bisa mengungkapkannya juga. Salam.

Yogyakarta, 20 Oktober 2008


http://www.freewebs.com/hi-web/bombali.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar