Jumat, 30 April 2010

BENARKAH TRAGEDI MEI 1998 ADALAH KEBOHONGAN SISTEMATIS?

TERBONGKARNYA KEBOHONGAN SISTEMATIS?


Isu pemerkosaan missal atas perempuan china dalam kerusuhan mei 1998 senantiasa dihembus-hembuskan.Tujuannya untuk menyudutkan ummat islam.Hasil penyidikan FBI akhirtnya membongkar kebohongan itu.

“Jika sebuah kebohongan terus menerus diceritakan hingga terdengar luas di masyarakat, akan meyakini kebohongan itu sebagai sebuah kebenaran,”kata menteri proganda NAZI Jerman, Dr Josef Goebels enam dasar warsa lalu.Meski sudah kuno, namun prinsip proganda yang diterapkan nazi untuk melibas bangsa yahudi di eropa menjelang perang dunia II itu masih terus dipakai dan dilestarikan hingga kini.

Strategi proganda ala goebles ini pun tetap laris di Indonesia dan masih cukup efektif sebagai alat pemukul lawan politik dan ide yang berseberangan.Tengoklah berbagai proganda hitam yang dikembangkan dengan cara itu.Misalnya, pembangunan opini bahwa islam sudah tidak cocok untuk zaman modern ini, pembentukan opini bahwa poligami identik dengan kekerasan, pengelabuan bahwa pluralisme adalah kebaikan yang harus diterima dan sebagainya.

Tapi proganda kebohongan paling dhsyat di republik ini adalah isu tentang pemerkosaan missal atas para perempuan etnis china saat kerusuhan Mei 1998.Dengan sistematis mereka meniupkan isu tentang pemerkosaan itu,dengan berbagai cerita di berbagai media, dengan cara dan sarana, baik didalam dan luar negeri.Padahal, dengan jelas isu itu sebenarnya dipakai untuk mendiskreditkan Islam dan simbol – simbol Islam.

KISAH VIVIAN DAN FOTO – FOTO PERKOSAAN

Internet menjadi sarana paling hebat untuk menyebarluaskan kisah perkosaan missal itu.Yang paling controversial adalah kisah yang konon dialami oleh seorang gadis keturunan china bernama Vivian.Kisah itu muncul kira-kira pertengahan juni 1998.Konon Vivian tinggal bersama orang tuanya di lantai 7 sebuah apartemen dikawasan kapuk, Jakarta Utara ketika diserbu orang-orang tak di kenal saat kerusuhan Mei.Mereka lalu memperkosa Vivian,saudara,tante dan tetangga-tetangganya.
Kisah Vivian sangat diskriptif, detail dan menyentuh, sehingga mampu membangkitkan emosi.Majalah Jakarta-jakarta sempat mengutip cerita perkosaan yang sangat vulgar itu mentah-mentah dalam sebuah edisinya.Dalam cerita itu, dengan kurang ajar,ia menceritakan bahwa orang-orang bertampang seram itu mempekosa mereka dengan teriak “Allahu Akbar” sebelum melakukan itu.Caci maki pun berhamburan kepada umat islam dan para ulama.
Hampir bersamaan dengan munculnya kisah Vivian, muncul pula foto-foto yang konon berisi gambar para kerusuhan Mei di jaringan internet.Beberapa website memuat foto-foto yang disebut-sebut sebagai foto kerusuhan Mei1998 dan korban-korban perkosaan massal itu.

Pemajangan foto-foto di media internet itu telah mengundang emosi luar biasa bagi etnis cina diseluruh dunia.Mereka menganggap kerusuhan Mei 1998 adalah sebuah operasi yang sengaja ditujukan untuk mengenyahkan orang cina, dan menyetarakan kasus pemerkosaan missal atas perempuan-perempuan itu dengan kasus The Rape of Nanking, saat pendudukan Jepang ke cina tahun 1937 – 1938.

UPAYA MENELISIK FAKTA

Para wartawan yang kredibel mengakui pada saat peristiwa Mei 1998, peristiwa perkosaan memang terjadi.Seorang wartawan Forum mendapat pengakuan dari seorang anggota satgas Partai PD** bernama M, bahwa dia dan teman-temannyalah yang menyerbu dan membakar pertokoan di Pasar Minggu.Ia juga mengaku melecehkan perempuan, bahkan beberapa kawannya memperkosa mereka.Tapi menurut dia, korban tidak hanya dari kalangan cina.”siapa aja, ada amoy, ada melayu, ada Arab,” kata anggota Satgas PD** itu.
Para wartawan pun terus mencoba mengejar dan mewawancarai korban dengan semua pentunjuk tentang para korban,tapi hasilnya nihil.Konon semua sudah pergi keluar negeri dan tak terlacak lagi.Hanya anak ekonom C W yang terkonfirmasi sebagai korban perkosaan Mei 1998.Majalah Tempo, dalam edisi pertama setelah terbit lagi juga tak mampu menemukan korban, apalagi sampai jumlah ratusan.

Beberapa wartawan yang melacak lokasi yang diduga menjadi tempat tinggal Vivian dan keluarganya, juga tak menemukan apa-apa.Warga di sekitar apartemen menjawab tidak ada dan tidak pernah mendengar adanya amoy yang diperkosa saat kerusuhan Mei 1998.Seorang anak nelayan yang pada dua hari jahanam itu menjarah apartement tempat Vivian tinggal mengaku, jangankan memperkosa, ketemu penghuni juga tidak.Sebab,mereka semua sudah kabur keluar negeri.

Soal jumlah krban perkosaan pun menjadi ajang perdebatan seru.Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Kerusuhan Mei 1998 pecah gara-gara bab yang membahas hal ini.Sebagian anggota ingin memasukan semua laporan tentang adanya perkosaan, sementara yang lain meminta semua di klarifikasikan dulu.”Terkesan ada yang ingin memanfaatkan isu ini untuk kepentingan tertentu,” kata anggota TGPF Roosita Noer.

Tengoklah data yang mereka kumpulkan.Dari 187 nama menurut daftar yang dibawa anggota TGPF Saparinah Sadli dan 168 dalam daftar Pastor Jesuit Sandyawan Sumardi,Ternyata hanya 4 yang berhasil di klarifikasi, yang lain baru qaala wa qila, alias kata orang.Sementara, dua orang korban yang didatangkan anggota TGPF Nursyahbani Katjasungkana ternyata orang gila beneran yang diduga sudah lama.Lucunya ketika data ini diminta, Ketua TGPF Marzuki Darusman tidak mau membagi data itu kepada anggota yang lain.

Dari sisi ilmu statistik data soal perkosaan massal pun aneh.Misalnya, laporan tentang adanya perkosaan jauh lebih besar dari pada laporan tentang pelecehan seksual,diraba-raba dan sebagainya.Padahal, seharusnya menurut statistik, berdasarkan kurva sebaran,pola acak akan selalu membentuk kurva seimbang.Jumlah laporan orang yang diraba-raba saja seharusnya lebih banyak dari pada yang dilaporkan mengalami pelecehan, apalagi yang sampai diperkosa, dengan tingkatan lebih berat.

Kebenaran kisah Vivian sempat juga dipertanyakan kalangan keturunan cina sendiri.Mungkinkah si terperkosa, dalam waktu singkat cerita itu muncul di internet pada 13 Juni 1998 bisa mengendalikan emosi, sehingga bias menuliskan kisah kesadisan yang dialaminya secara detail?Bukan kah hal ini bertentangan dengan anggapan bahwa etnis tionghoa teramat sangat tertutup dalam hal pemerkosaan?

Setelah menerima banyak pertanyaan soal orisinilitas cerita Vivian, pengelola situs Web World Huaren Federation (WHF), Dean Tse, dalam pesannya tanggal 18 Agustus 1998, minta agar pengirim cerita bisa memberi keterangan lebih lanjut.namun hingga kini, permintaan Dean Tse belum ada jawaban.Dean Tse pun tidak bisa melacak si pengirim cerita tersebut di jaringan internet.

Belakangan Soekarno Chenata, Pengelola situ Indo Chaos, juga mengakui foto-foto yang bergentayangan disitusnya, sama sekali tidak otentik.Kepada Detik.com, Soekarno mengaku pernah menerima foto sadis yang sempat dipajang di Indo Chaos.Namun ia segera mencabut foto itu dari situsnya karena ternyata foto itu adahal hasil montase dan diambil dari situs porno yang memang brutal.

TERBONGKAR HABIS

Upaya pembuktian telah dilakukan, namun upaya pengaburan dan disinformasi terus dilakukan.Misalnya, ketika fakta bahwa Vivian tak pernah ada, para agitator itu berdalih, Vivian adalah nama dan alamat yang dipakai hanyalah nama samaran.Ketika para wartawan tak menemukan korban, mereka berkilah soal keselamatan korban.Hingga akhirnya kebohongan itu terbongkar, justru dari Amerika Serikat, tempat dimana para pembohong itu mengobral cerita untuk menyudutkan kaum Muslimin di Indonesia.

Semula, pemerintah Amerika Serikat dengan mudah memberikan suaka kepada imigran asal Indonesia yang mengaku dianiaya dan dirundung kekerasan seksual di negerinya dengan alasan etnik dan agama.Tapi gara-gara kesamaan pola cerita, kedekatan waktu pengajuan, kesamaan alamat dan asal pengaju, dan kesamaan kantor pengajuan, mereka mulai curiga.
Setelah mencurigai selama dua tahun, pada senin , 22 November 2004 satuan tugas rahasia pemerintah Amerika Serikat menggelar operasi bersandi Operation Jakarta.Operasi penangkapan 26 anggota sindikat pemalsu dokumen suaka ini di lakukan serentak di lebih dari 10 negara bagian di Amerika Serikat.”Pemimpin sindikat ini adalah Hans Gouw, WNI yang dikabulkan permohonan suaknya pada 1999,” kata Jaksa Penuntut Wilayah Virginia, Paul J Mcnulty yang menangani kasus ini.

Para tersangka dikenai tuduhan sama, yakni memalsukan dokumen suka serta berkonspirasi dalam pemalsuan berbagai dokumen.Awalnya mereka hanya membantu menyediakan dokumen asli tapi palsu.Tapi setelah berhasil mengibuli pihak berwenang dengan memalsukan izin kerja dan nomor jaminan social, mereka mulai menyiapkan aplikasi suaka palsu.

Mereka juga menyiapkan scenario pengakuan bo’ong-bo’ongan seperti diperkosa dan dianiaya dalam kerusuhan Mei 1998.”Cerita tentang penyiksaan itu sangat seragam karena para pelamar menghafalkan kata demi kata secara persis seperti yang diajarkan.” Kata Jaksa Mcnulty.Mereka pun mengajari kliennya untuk menangis dan memohon dengan emosional untuk mengundang simpati petugas.

Lucunya , mereka menceritakan kisah yang sama.Cerita diperkosa sopir taksi misalnya meluncur dari mulut 14 perempuan yang mengajukan permohonan suka sejak 31 Oktober 2000 hingga 6 januari 2002.”Mereka mangaku diperkosa karena keturunan cina,” kata Dean McDonald, agen special dari biro Imigrasi dan Bea Cukai Kepabeanan Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat di Negara bagian Virginia.

Belakangan , Voice Of America juga membuat liputan investigative tentang isu perkosaan massal itu.Mereka keluar masuk berbagai TKP perkosaan massal, dan mencoba mewawancarai berbagai pihak,Tapi hasilnya nihil.{erkosaan memang ada, tapi dengan mengikuti petuah Goebels, fakta telah di dramatisasi sedemikian rupa dan dimanipulasi dengan dahsyat.

Wa-llahu Khairul Maakiriin..

Abu Zahra – Suara Islam

Rabu, 21 April 2010

Kartini-kartini sayangku

“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang”.[al-Ahzab:59]

“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khuduriy, bahwasanya Nabi saw bersabda, “Aurat laki-laki adalah antara pusat dan lutut. Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.” (al-Muhadzdzab juz 1/64)
Rasulullah SAW :
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
“Wahai Asma’ sesungguhnya perempuan itu jika telah baligh tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya.”[HR. Muslim]

“Ada dua golongan manusia yang menjadi penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah melihatnya; yakni, sekelompok orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia; dan wanita yang membuka auratnya dan berpakaian tipis merangsang berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk onta. Mereka tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya. Padahal, bau surga dapat tercium dari jarak sekian-sekian.”[HR. Imam Muslim].

“Ada dua golongan penghuni neraka, yang aku tidak pernah melihat keduanya sebelumnya. Wanita-wanita yang telanjang, berpakaian tipis, dan berlenggak-lenggok, dan kepalanya digelung seperti punuk onta. Mereka tidak akan masuk surga, dan mencium baunya. Dan laki-laki yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia “[HR. Imam Ahmad]

Minggu, 18 April 2010

Ontran-Ontran Dunia Kepolisian

ONTRAN-ontran mantan Kabareskim Polri Komjen Susno Duadji memang menarik. Banyak makelar kasus di Mabes Polri, begitu katanya. Negeri ini pun geger. Tetapi, sebagai perbandingan, perlu rasanya menengok dunia polisi lainnya.

Simak yang terjadi di Moskow, 5 Maret 2010. Hari itu cuaca dingin. Tetapi, ratusan aktivis Rusia berkumpul di pusat kota. Mereka demo menuntut pemerintah merombak lembaga kepolisian Rusia yang korup.
‘’Data Kementerian Dalam Negeri Rusia menyebutkan, tingkat kejahatan di korps kepolisian meningkat 20 persen dari tahun ke tahun. Sebuah jajak pendapat menunjukkan, 60 persen korban kejahatan tidak mau lapor kepada polisi,’’ tulis Andrei Skvarsky di Global Voices Online, 8 Maret 2010.
Dalam sebuah potret yang sama kelabunya, Olga R. Rodriguez dan Julie Watson dari Associated Press melaporkan dari Meksiko akhir tahun lalu bahwa rendahnya gaji telah menyeret banyak polisi menjadi pelindung para pengedar obat bius. Begitu korupnya hingga Presiden Felipe Calderon mengerahkan tentara untuk memerangi para pengedar obat bius. Pasukan militer sering bentrok dengan anggota-anggota polisi. Pada 2009 saja, terjadi 63 kali insiden bersenjata antara tentara dan polisi.
Laporan polisi korup juga datang dari Australia, negeri yang relatif makmur dan maju. The Sydney Morning Herald melaporkan, 17 Agustus 2009, Polisi Federal Australia berencana menggunakan jebakan suap dan obat bius untuk menangkap polisi korup.

Sejarah Kepolisian
Ontran-ontran Susno memang menyedot perhatian. Entah bagaimana nanti titik akhirnya. Tapi, untuk memahami dunia kepolisian, perlu juga rasanya sedikit menengok masa lalu lembaga kepolisian.
Pada abad ke-19, Mendagri Inggris Sir Robert Peel mengusulkan pembentukan satuan polisi beranggota 1.000 personel untuk meredam kriminalitas dan kekerasan yang melanda wilayah London. Begitu muncul, usul itu ditolak parlemen dan masyarakat Inggris. Bagi mereka, kata polisi (police) yang dipinjam dari bahasa Prancis mempunyai konotasi satuan polisi rahasia yang kejam. Setelah melalui perdebatan panjang, UU Polisi Metropolitan London -yang dikenal sebagai Scotland Yard- disetujui pada 1829. Sebagai kompromi politik, polisi itu tidak dipersenjatai.
Amerika Serikat, bekas koloni Inggris, mencangkok sistem Inggris. Perjalanan lembaga itu banyak tersandung. Arthur Nederhoffer, pengarang buku Behind The Shield: The Police in Urban Society, menulis bahwa profesi polisi di AS mengalami apa yang disebut ‘’Zaman Gelap’’ hingga pada 1900. Para politikus menguasai berbagai departemen. Gaji polisi rendah dengan perlengkapan yang kurang memadai. Akibatnya, antara lain, meluasnya korupsi dan tindakan brutal.
Mulai abad ke-20, berbagai reformasi dilakukan. Setapak demi setapak profesi itu terangkat baik prestisenya sejalan dengan diterapkannya pemberian penghargaan berdasar prestasi. Peralatan polisi makin hari makin lengkap. Perwira-perwira polisi juga mendapatkan pendidikan tinggi.
Dalam kaitan ini, Polri juga tak ketinggalan. Berbagai perubahan ke arah perbaikan terus dilakukan. Momentum baru diperoleh Polri sejalan dengan datangnya reformasi politik di Indonesia sejak 1998 dengan berakhirnya masa Orde Baru. Polri dipisahkan dari ABRI (TNI). Sebab tugas polisi memang berbeda dari militer.
Bagaimana membentuk lembaga kepolisian yang kuat dan penuh integritas? Para pakar, pejabat pemerintah, dan para perwira senior kepolisian tentunya lebih tahu jawabannya. Namun, sejarah kepolisian Hongkong sangat menarik disimak.
Sebagaimana ditulis The Standard, koran bisnis Hongkong, pada 1970-an, wilayah yang saat itu masih dikuasai Inggris tersebut terkenal sangat korup. Ada polukisan, petugas pemadam kebakaran yang minta uang pelicin dulu sebelum menyemprotkan air ke rumah yang terbakar. Petugas ambulans pun tak akan membawa pasien yang sakit parah bila belum diberi ‘’uang teh’’. Jangan tanya polisi Hongkong. Sangat korup.
Ernest Hunt, mantan perwira polisi, mengatakan kepada Daily Express di London bahwa 95 persen polisi Hongkong saat itu korup. Adalah polisi sendiri sebenarnya yang menjalankan kejahatan di Hongkong! Dia sendiri mengaku selama karir mendapat suap 6 juta dolar Hongkong. Jumlah itu ‘’hanya sekuku jari dibanding teman-teman perwira polisi lainnya’’.
Titik balik terjadi pada 8 Juni 1973, saat Kepala Polisi Wilayah Wanchai Peter Fitzroy Godber tiba-tiba pulang ke Inggris meninggalkan tugasnya. Padahal, dia akan dimintai keterangan setelah diketahui memiliki kekayaan jutaan dolar di rekening sejumlah negara.
Kegegeran meledak di tengah tuntutan warga Hongkong bagi penangkapan Godber dan pemberantasan korupsi.
Godber akhirnya dapat diseret ke pengadilan Hongkong dan diganjar hukuman 31 bulan, sedangkan rumahnya di Inggris disita. Namun, setelah bebas pada 1977, dia lenyap bersama jutaan dolar uangnya. Terakhir, Godber tinggal di Spanyol.
Tetapi, yang paling penting, kasus Godber memberikan peluang bagi Hongkong untuk memperbaiki diri. Komisi Independen Pemberantasan Korupsi (ICAC) yang dibentuk pada 15 Februari 1974 berkembang menjadi lembaga yang kuat dan penuh integritas. ICAC kini menjadi lembaga tempat belajar bagi banyak negara di dunia.
Lembaga Kepolisian Hongkong secara bertahap juga direformasi secara besar-besaran, termasuk melalui pemberian gaji anggota yang sangat memadai. Kepolisian Hongkong sekarang sangat percaya diri. ‘’It was a police force that continued to gain acceptance and trust from the public,’’ begitu klaim situs lembaga tersebut dengan bangga. (*)

radar banten

Tak Pelihara Rakyat Miskin, SBY Langgar Konstitusi

Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pejabat lainnya bisa dikatagorikan melanggar konstitusi, jika mereka tidak memelihara dan tak mempunyai kepedulian kepada rakyat miskin. Padahal, dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat 1 secara jelas dikatakan, fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. ‘’Kini banyak sekali ‘’manusia kardus’’ di Jakarta yang hidup di pinggir rel kereta api dan dipinggir kali. Mereka tak mendapat perhatian sama sekali dari negara,’’ujar Adim (72), warga miskin yang hidup di pinggir kali di RW 07, Kel.Duri Pulo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, kepada media politisi-indonesia.com, Rabu (28/10).

‘Manusia-manusia kardus,’ kata Adim tokoh masyarakat yang juga mantan pengurus RW 08, Duri Pulo, umumnya benar-benar miskin dan terpinggirkan. Mereka hidup seadanya dipinggir rel kereta api atau dipinggir kali dengan rumah-rumah dari seng atau apa saja. Padahal, kata dia, kehidupan tersebut sungguh penuh resiko, karena suatu saat bisa saja disambar kereta api yang lewat. ‘’Mereka tidak pernah berpikir tentang hal itu. Yang penting, bisa hidup di Jakarta,’’kata laki-laki yang separuh hidupnya tinggal di Jakarta.

Menurut dia, perhatian pemerintah (penguasa) terhadap rakyat miskin saat ini tidak ada sama sekali, karena seakan-akan semuanya hanya slogan dan seremonial belaka. Ia memberi contoh, pada Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada hari ini, mana ada pihak Menpora (Menteri Pemuda dan Olahraga) memperingati Hari Sumpah dengan karya dan bhakti sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Misalnya, mengadakan kerja bhakti massal, sehingga Jakarta tidak kotor. Atau bisa saja diadakan pengobatan gratis buat rakyat miskin.

Adim sangat kagum dengan aksi sosial Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia yang benar-benar melakukan bhakti sosial kepada rakyat Indonesia, karena rakyat miskin sungguh-sungguh dibantu dengan pengobatan gratis, jika mereka meminta bantuan. Adim yang merupakan salah satu rakyat miskin yang hidup di Jakarta, beberapa waktu meminta bantuan kepada Budha Tzu Chi Indonesia, guna mengobati operasi hernia yang dideritanya. Setelah memberi berbagai persyaratan berupa surat keterangan miskin dari lurah, Adim direkomendasikan di operasi di Rumah Sakit Cinta Kasih—milik Yayasan Buhdha Tzu Chi.

Jangan Malu-malu

Menurut Adim, bunyi konstitusi yang mengamanahkan fakir miskin dipelihara negara, memang kedengarannya indah di telinga. Tapi, realitasnya sama sekali tak ada. ‘’Jika pasal-pasal UUD 1945 tak dijalankan oleh Presiden SBY dan para menteri, maka bukan hanya mereka yang melanggar konstitusi, tapi semua pejabat negara bisa melanggar konstitusi,’’tegasnya.

Ia sangat prihatin saat ini biaya pengobatan di rumah-rumah sakit milik pemerintah bagi rakyat miskin, tetap saja harus bayar sekitar 50 persen. RS Swasta lebih parah lagi, sebab harus membayar penuh. Oleh karena itu, kata Adim, tak heran jika rumah sakit Islam saat ini sudah komersil dan tak ada yang gratis. Mestinya, usul Adim, untuk memperingati Hari-hari Besar Islam, RS Islam mengadakan pengobatan gratis buat rakyat miskin!

Meski sudah ada surat keterangan miskin dari lurah dan ditandatangani camat setempat, kata Adim, tetap saja biaya operasi di rumah sakit milik pemerintah—seperti RS Tarakan-Jakarta, tetap dikenakan biaya 50 persen. Sebagai contoh, katanya, ia akan operasi hernia di RS Tarakan, ternyata dikenakan biaya Rp 3 juta.

Jika ada surat keterangan miskin, dikenakan biaya Rp 1,5 juta. ‘’Dari mana uang sebanyak itu? Buat makan saja sudah susah, boro-boro buat membayar biaya operasi. Pemerintah kita tak memahami kehidupan warganya yang hidup miskin. Mustinya, jika sudah mengantongi surat keterangan miskin dari lurah, maka semua biaya pengobatan di rumah sakit pemerintah di tanggung pemerintah,’’katanya.

Karena itulah, Adim terpaksa meminta bantuan kepada Yayasan Budha Budha Tzu Chi Indonesia yang memberi pelayanan gratis bagi masyarakat tak mampu. Semua biaya pengobatan dan operasi sungguh-sungguh gratis, asalkan ada surat pengantar dari lurah. ‘’Saya dilayani dengan sopan santun oleh pengurus yayasan. Malah diberi makan dan minum. Rasanya terharu saya yang sudah tua ini dilayani dengan sopan santun. Dokter-dokter dari Taiwan, benar-benar sopan dan ramah,’’katanya,

Apa yang dilakukan oleh Budha Tzu Chi tak bisa dilakukan pemerintah kita yang cuma berteori belaka. Hal itupun, kata Adim, tak bisa dilakukan oleh yayasan-yayasan milik orang Islam.’’Di kemanakan uang Bazis dan zakat-zakat itu ?,’’ujarnya.

Padahal, ajaran Islam mengajarkan saling tolong menolong kepada umatnya. Itu teorinya, tapi prakteknya tidak ada sama sekali. ‘’Berobat di Yayasan Budha Tzu Chi tak ada kaitan dengan aqidah. Mereka melayani rakyat Indonesia yang miskin berdasarkan kemanusiaan semata, sehingga betapa banyak umat Islam yang berobat ke situ. Lebih dari 50 persen yang berobat terdiri umat Islam. Mustinya, umat Islam tak usah malu-malu belajar dari Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia,’’katanya.

Arogan dan Sombong

Umat Islam dan juga pengurus mesjid yang menghimpun dana umat Islam, katanya, tak bisa melakukan seperti apa yang dilakukan umat Budha yang mendirikan Yayasan Budha Tzu Chi, karena umat Islam dilanda penyakit individual, arogan dan sombong, serta tak peduli kepada sesamanya. Ada organisasi Islam, kata Adim, kerjanya hanya unjuk rasa saja. Yang lain mengajarkan kekerasan. ‘’Padahal, Islam mengajarkan kepada umatnya agar saling tolong menolong dan bantu membantu. Itu semua ibadah. Terkadang tersenyum saja tak mau. Padahal, senyum itu ibadah. Apalagi mesjid-mesjid yang dananya puluhan juta rupiah, rata-rata dana itu digunakan oleh pengurusnya sendiri. Fakir miskin jarang dibantu oleh pengurus mesjid. Saat ini, jangan dikira korupsi tak melanda mesjid-mesjid di Jakarta yang menghimpun dana umat puluhan juta. Mereka rata-rata bersembunyi dibalik kesucian mesjid,’’kata Adim pula.

Ia mengimbau umat Islam perlu studi banding kepada Yayasan BudhaTzu Chi Indonesia. ‘’Jangan malu-malu berbagi pengalaman. Toh orang Budha jumlahnya sedikit di Indonesia, tapi mereka bisa berbuat baik dan nyata di negeri ini dengan cara membantu fakir miskin. Tapi, umat Islam yang mayoritas di negeri ini tak mampu berbuat apa-apa. Padahal, membantu orang yang kesulitan dan miskin, pahalanya jauh lebih besar,’’tukas Adim pula.(S/01/09)

Jumat, 09 April 2010

KHILAFAH MENJAMIN DALAM SEMUA ASPEK KEHIDUPAN

1. Masalah Kemiskinan, Keamanan, Pendidikan dan Kesehatan
Dalam Daulah Islamiyyah, negara menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok setiap individu masyarakat secara keseluruhan. Negara juga memberikan jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka.
Kebutuhan pokok, antara lain pangan, sandang dan papan (rumah), pendidikan dan kesehatan semuanya dijamin negara. Rasullah saw. bersabda:
“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

2. Kebutuhan Pangan, Sandang, dan Papan
Negara memerintahkan kepada setiap kepala keluarga bekerja mencari nafkah. (Lihat: QS al-Mulk: [67] 15; QS al-Jumu‘ah [62]: 10). Hal ini karena kepala keluarga wajib mencari nafkah untuk keluarganya. Kaum perempuan tidak wajib mencari nafkah. Semua kebutuhan anak-anak termasuk anak perempuan ditanggung oleh ayah atau walinya. Sedangkan kebutuhan istri ditanggung oleh suaminya. Begitupula seorang anak laki-laki harus menanggung kebutuhan ibunya jika ayahnya telah meninggal atau sudah tidak mampu bekerja.
Negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan pekerjaan agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan. Sehingga angka pengangguran dapat dientaskan, karena hal ini merupakan salah satu kewajiban negara Khilafah.

Jika kepala keluarga ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya, maka negara akan memerintahkan setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu.
Negara juga akan mewajibkan tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara kebutuhan pokok (pangan) tetangganya yang kelaparan, dan dengan segera negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan. Orang yang tidak mampu lagi bekerja dan tidak mempunyai sanak saudara yang menanggungnya, maka kebutuhannya akan ditanggung negara melalui Baitul Mal (Kas Negara).
Jika ternyata kas negara tengah kosong atau dilanda krisis sehingga tidak mampu memnuhinya, maka kewajiban tersebut beralih kepada seluruh kaum Muslimin. Kaum Muslim dapat dikenai pajak (dharîbah). Pajak hanya diambil dari kaum Muslim yang kaya dan tidak boleh diambil dari orang non-Muslim meskipun ia kaya.

Rasulullah saw. pernah mengambil sebagian harta milik orang-orang kaya Bani Nadhir dan membagi-bagikannya kepada sahabat Muhajirin yang fakir. Itu dilaksanakan oleh beliau sebagai realisasi pengamalan perintah Allah Swt.
Pada masa kekhalifahan, Umar bin al-Khaththab pernah membangun suatu rumah yang diberi nama “Dâr ad-Daqîq” (Rumah Tepung). Di sana tersedia berbagai jenis tepung, korma, dan barang-barang kebutuhan lainnya, yang ditujukan untuk membantu para musafir memenuhi kebutuhannya. Rumah itu dibangun di jalan antara Makkah dan Syam, di tempat yang strategis dan mudah dicapai oleh para musafir. Rumah yang sama, juga dibangun di jalan di antara Syam dan Hijaz.
Diceritakan oleh Imam Abu Yusuf dalam kitab Al-Kharâj, bahwa Amirul Mukminin, Umar bin al-Khaththab r.a., pernah melihat seorang Yahudi tua di suatu pintu. Beliau bertanya, “Apakah ada yang bisa saya bantu?” Orang Yahudi itu menjawab, bahwa ia sedang dalam keadaan susah dan membutuhkan makanan, sementara ia harus membayar jizyah. “Usiaku sudah lanjut,” katanya. Amirul Mukminin berkata, “Kalau begitu keadaanmu, alangkah tidak adilnya perlakuan kami. Karena kami mengambil sesuatu darimu di saat mudamu dan kami biarkan kamu di saat tuamu.”
Setelah kejadian itu, Khalifah Umar bin al-Khaththab lalu membebaskan pembayaran jizyah Yahudi tersebut, dan memerintahkan Baitul Mal menanggung beban nafkahnya beserta seluruh orang yang menjadi tanggungannya.
Demikianlah, peran besar negara untuk menciptakan terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, dan papan warga negaranya, baik perempuan, laki-laki, maupun non-muslim. Tentunya dengan cara ini masalah kemiskinan rakyat di Daulah Islamiyyah akan teratasi. Cara yang agung dan mulia ini, juga akan mencegah setiap individu masyarakat—yang sedang dililit kesulitan hidup—memenuhi kebutuhan mereka dengan cara menghinakan diri (meminta-minta).

3.Masalah Keamanan, Pendidikan, dan Kesehatan
Pemenuhan kebutuhan pokok berupa keamanan, pendidikan, dan kesehatan dipenuhi negara secara langsung kepada setiap individu rakyat. Hal ini karena pemenuhan terhadap ketiganya termasuk masalah “pelayanan umum” (ri‘âyah asy-syu’ûn) dan kemaslahatan hidup terpenting. Negara (Khilafah Islamiyah) berkewajiban mewujudkan pemenuhannya bagi seluruh rakyat. Seluruh biaya yang diperlukan ditanggung oleh Baitul Mal.
Keamanan dan kepastian hukum setiap anggota masyarakat dijamin dengan jalan menerapkan hudûd (qishâsh, potong tangan bagi pencuri, diyat [denda], dsb). yang tegas kepada siapa saja yang mengganggu keamanan jiwa, darah, dan harta orang lain. Dengan jujur, Noah Feldman, seorang professor hukum dari Havard University, mengakui perlindungan negara Khilafah kepada penduduknya termasuk kaum perempuan. Dia mengatakan, “Ketika Inggris menerapkan hukum mereka pada umat Muslim sebagai ganti syariah, sebagaimana yang telah mereka lakukan di beberapa koloni, hasilnya adalah peniadaan hak milik kaum perempuan yang selalu dijamin oleh hukum Islam-kemajuan yang sulit ditandingi dalam kesetaraan gender.”
Profesor Feldman melanjutkan, “Syariah juga melarang penyuapan atau dukungan khusus dalam pengadilan. Ia menuntut perlakuan sama antara si kaya dan miskin. Ia mengutuk pembunuhan-pembunuhan vigilante-style honour yang masih terjadi di beberapa negara Timur Tengah. Ia juga melindungi, hak milik semua orang-termasuk perempuan.” (Kantor Berita Common Ground, 2008)

Dalam hal kesehatan, negara Khilafah juga memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh warganya termasuk kaum perempuan. Diriwayatkan bahwa Mauquqis, Raja Mesir, pernah menghadiahkan dokternya untuk Rasulullah saw. Oleh Rasulullah saw., dokter tersebut dijadikan sebagai dokter kaum Muslim dan seluruh rakyat, yang bertugas mengobati setiap anggota masyarakat yang sakit. Tindakan Rasulullah saw. ini menunjukkan bahwa hadiah semacam itu bukanlah untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kaum Muslim atau untuk negara.
Rasulullah saw. juga pernah membangun suatu tempat pengobatan untuk orang-orang sakit dan membiayainya dengan harta benda Baitul Mal. Pernah serombongan orang berjumlah 8 orang dari Urairah datang mengunjungi Rasulullah saw. di Madinah. Mereka kemudian menyatakan keimanan dan keislamannya kepada Rasulullah, karena Allah. Di sana, mereka terserang penyakit dan menderita sakit limpa. Rasulullah saw. memerintahkan mereka beristirahat di pos penggembalaan ternak kaum Muslim milik Baitul Mal, di sebelah Quba’, di tempat yang bernama Zhi Jadr. Mereka tinggal di sana hingga sembuh dan gemuk kembali.
Dalam bidang pendidikan, Daulah Islamiyyah juga memberikan jaminan bagi seluruh warga untuk mendapatkannya. Rasulullah SAW pernah menetapkan kebijaksanaan terhadap para tawanan perang Badar, bahwa para tawanan itu bisa bebas dengan mengajarkan 10 orang penduduk Madinah dalam baca-tulis.
Dengan tindakan itu, yakni membebankan pembebasan tawanan itu ke baitul mal dengan cara menyuruh para tawanan tersebut mengajarkan kepandaian baca-tulis, berarti Rasulullah SAW telah menjadikan biaya pendidikan setara dengan barang tebusan. Artinya, Rasul memberi upah kepada para pengajar itu dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal.
Al Baghdadi (1996) dalam buku Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, menjelaskan bahwa negara memberikan jaminan pendidikan secara cuma-cuma (bebas biaya) dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) sebaik mungkin. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban yang harus dipikul negara serta diambil dari kas Baitul Mal.
Menurut Al-Badri (1990), Ad Damsyiqy menceritakan suatu kisah dari Al Wadliyah bin atha’, yang mengatakan bahwa ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di Madinah, Khalifah Umar Ibnu Al Khathab memberi gaji sebesar 15 dinar setiap bulan (satu dinar = 4,25 gram emas).
Al-Badri juga menceritakan bahwa Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Ahkaam, memberikan batas ketentuan untuk ilmu-ilmu yang tidak boleh ditinggalkan agar ibadah dan mu’amalah kaum muslimin dapat diterima (sah). Ia menjelaskan bahwa seorang imam atau kepala negara berkewajiban memenuhi sarana-sarana pendidikan, sampai pada ungkapannya:
“Diwajibkan atas seorang imam untuk menangani masalah itu dan menggaji orang-orang tertentu untuk mendidik masyarakat.”
Pada masa kekhilafahan Turki Ustmani, dibangun sekolah-sekolah yang untuk laki-laki dan perempuan. Dalam satu daerah kekuasaannya, negara membangun sebuah perguruan tinggi, dua buah sekolah untuk pelajar laki-laki, sebuah sekolah untuk pelajar perempuan dan sebuah sekolah untuk anak-anak. Di semua sekolah tersebut, 450
orang pelajar lelaki dan 300 orang pelajar perempuan mendapat pendidikan yang sama. (Antalya Golden Orange Art & Cultural Foundation, 1997).

Kebijakan yang menjamin terlaksananya pendidikan ini diperuntukan bagi semua warga Negara Khilafah, baik laki-laki, perempuan maupun non muslim. Perempuan dan laki-laki muslim mempunyai kewajiban yang sama dalam menuntut ilmu. Permasalahan rendahnya tingkat pendidikan kaum perempuan saat ini tentu tidak akan ditemui di masa kekhilafahan.
Sekarang pertanyaanya adalah apakah kita mau hidup dalam naungan khilafah dengan segala kemuliaannya terhadap kaum minoritas dan kaum perempuan? Atau memilih hidup dalam alam demokrasi dengan segala permasalahannya? Wallahu ‘alam bi ash showab. (*)

PERLAKUAN KAUM MINORITAS YANG HIDUP DALAM NAUNGAN KHILAFAH

DiNie Az ZahRa April 9 at 9:04am Reply
Pada saat Rasulullah saw. membangun negara Islam (Daulah Islam) di Madinah, keadaan masyarakatnya tidaklah seragam. Madinah saat itu dihuni oleh kaum Muslim, Yahudi, Nashrani, dan juga kaum Musyrik. Meskipun struktur masyarakatanya beragam, namun semua masyarakat dapat hidup berdampingan dengan damai dalam naungan Daulah Islamiyyah dan di bawah otoritas hukum-hukum Islam.
Kelompok-kelompok selain Islam tidak dipaksa masuk ke dalam agama Islam, atau diusir dari Madinah. Bahkan mereka dibiarkan beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Hal ini sebagaimana yang telah diterangkan dalam al-Quran, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” (TQS. Al Baqarah [2]:256).

Mereka hidup berdampingan satu dengan yang lain tanpa ada intimidasi, diskriminasi dan gangguan. Mereka mendapatkan perlindungan dan hak yang sama seperti kaum Muslim. Jaminan Negara Islam terhadap non muslim tersebut terlihat jelas dalam Piagam Madinah yang dicetuskan oleh Rasulullah saw. Dalam bagian tengah Piagam Madinah disebutkan sebagai berikut, “Orang mukmin tidak boleh membunuh orang mukmin untuk kepentingan orang kafir, juga tidak boleh menolong orang kafir dalam memusuhi orang mukmin. Janji perlindungan Allah adalah satu. Mukmin yang tertindas dan lemah, akan memperoleh perlindungan hingga menjadi kuat. Sesama mukmin hendaknya saling tolong menolong. Orang-orang Yahudi yang mengikuti langkah kami (Muhammad), dimusuhi dan tidak pula dianiaya. Perjanjian damai yang dilakukan oleh orang-orang mukmin haruslah merupakan satu kesepakatan.Tidak dibenar-benarkan seorang mukmin mengadakan perdamaian dengan meninggalkan yang lain dalam keadaan perang di jalan Allah, kecuali telah disepakati dan diterima bersama”.

Kaum Yahudi yang disebut dalam piagam ini adalah orang-orang Yahudi yang ingin menjadi bagian dari penduduk negara Islam. Mereka mendapatkan perlindungan dan hak mu’amalah yang sama sebagaimana kaum Muslim. Sebab, mereka merupakan bagian dari rakyat negara Islam yang berhak mendapatkan perlindungan dan dipenuhi haknya. Dalam piagam Madinah tersebut disebutkan nama-nama kabilah Yahudi yang mengikat perjanjian dengan Rasulullah saw (menjadi bagian Daulah Islamiyyah), yakni Yahudi Bani ‘Auf, Yahudi Bani Najjar, dan sebagainya.
Setelah kekuasaan Daulah Islamiyyah meluas di jazirah Arab, Nabi saw memberikan perlindungan atas jiwa, agama, dan harta penduduk Aylah, Azrah, Jarba’, dan Maqna, yang mayoritas penduduknya beragama Nasrani. Nabi saw. juga memberikan perlindungan , baik harta, jiwa, dan agama penduduk Khaibar yang mayoritasnya beragama Yahudi. Beliau juga memberikan perlindungan kepada penduduk Juhainah, Bani Dlamrah, Asyja’, Najran, Muzainah, Aslam, Juza’ah, Jidzaam, Qadla’ah, Jarsy, orang-orang Kristen yang ada di Bahrain, Bani Mudrik, dan Ri’asy, dan masih banyak lagi.

Begitulah, non muslim yang tinggal di dalam Daulah Islam atau disebut kafir dzimmiy tidak dipaksa meninggalkan agama mereka, akan tetapi mereka diwajibkan membayar jizyah saja. Mereka tidak dipungut biaya-biaya lain, kecuali jika hal itu merupakan syarat yang disebut dalam perjanjian. Diriwayatkan dari ‘Urwah bin Zubair, ia berkata, “Rasulullah saw pernah menulis surat kepada penduduk Yaman,”Siapa saja yang tetap memeluk agama Nashrani dan Yahudi, mereka tidak akan dipaksa untuk keluar dari agamanya, mereka hanya wajib membayar jizyah.”(HR. Ibnu ‘Ubaid)
Cuplikan fakta sejarah perlakuan Daulah Islamiyyah terhadap kaum minoritas (non muslim) tersebut cukup menjadi bukti bahwa penerapan Islam dalam negara bukanlah ancaman bagi kaum non muslim. Islam bahkan telah mengakui dan mengakomodasi pluralitas pada saat bangsa Romawi maupun Yunani tidak mengakuinya.

INDAHNYA ISLAM MEMULIAKAN WANITA

Sebelum Islam datang, bangsa Arab memperlakukan perempuan sebagai manusia yang bernilai rendah. Kaum perempuan saat itu dianggap sebagai harta benda yang bisa diwarisi. Jika seorang suami meninggal maka walinya berhak terhadap istrinya. Wali tersebut berhak menikahi si istri tanpa mahar, atau menikahkannya dengan lelaki lain dan maharnya diambil oleh si wali, atau bahkan menghalang-halanginya untuk menikah lagi.

Bayi perempuan dianggap sebagai aib, sehingga orang Arab Jahiliyyah mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang baru lahir. Namun Rasulullah saw. datang membawa risalah Islam untuk melenyapkan semua bentuk kezaliman tersebut dan mengembalikan hak-hak kaum perempuan.

Tindakan yang memeras dan mengeksploitasi hak-hak kaum perempuan, semua dihapus. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam QS. an-Nisa’ ayat 19:


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَرِثُواْ ٱلنِّسَآءَ كَرۡهً۬اۖ وَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ لِتَذۡهَبُواْ بِبَعۡضِ مَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَـٰحِشَةٍ۬ مُّبَيِّنَةٍ۬ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ فَإِن كَرِهۡتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـًٔ۬ا وَيَجۡعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيۡرً۬ا ڪَثِيرً۬ا

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Rasulullah saw. juga bersabda:

“Barangsiapa yang memiliki anak perempuan, dan ia tidak menguburnya hidup-hidup, tidak menghinanya, dan tidak cenderung kepada anAk laki-lakinya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam sYurga.”

Islam juga menetapkan bagaimana seorang suami harus memperlakukan
isterinya, Rasulullah saw. bersabda:

“Wahai manusia, memang benar kalian memiliki hak atas isteri kalian, tapi mereka juga punya hak atas kalian. Ingatlah, bahwa kalian telah mengambil mereka sebagai isteri atas kepercayaan dan izin Allah. Jika mereka taat, maka mereka berhak diberi nafkah dan pakaian serta kebaikan. Baik-baiklah kepada mereka, karena mereka adalah pasangan dan penolong kalian.”

Penghargaan tinggi atas tugas-tugas perempuan sebagai ibu dan kepala rumah tangga juga diberikan Islam.

Nabi saw. bersabda:
“Pada masa kehamilan hingga persalinan, dan hingga berakhirnya maasa menyusui, seorang perempuan mendapatkan pahala yang setara dengan pahalanya orang yang menjaga perbatasan Islam.” (HR. Thabrani)

Nabi saw. juga pernah bersabda:
“Ketika seorang perempuan menyusui anaknya, untuk setiap tegukan itu ia akan mendapatkan pahala seolah-olah ia baru dilahirkan sebagai seorang manusia, dan ketika ia menyapih anaknya, para malaikat menepuk punggungnya sambil berkata, ‘Selamat! Semua dosa-dosamu yang telah lalu telah diampuni, kini semuanya berjalan dari awal lagi’.” (Raiyadhu as-Salihin)

Wallahua'lam bi ash-shawab

Kamis, 08 April 2010

NESTAPA PEREMPUAN DI ALAM DEMOKRASI

Jika dikatakan demokrasi telah berhasil membawa sejumlah kemajuan bagi perempuan, itu adalah kemajuan semu. Semu, karena di satu sisi mengalami “kemajuan” sementara di sisi lain mengalami kemerosotan. Sebagai contoh Swedia memiliki tingkat keterwakilan politik perempuan paling tinggi, yakni mencapai 40 persen. Hal ini dianggap suatu kemajuan, padahal di sisi lain angka perceraian dan orang tua tunggal di negara tersebut mencapai lebih dari 50 % (Husain Matla, 2007).
Tahun ini, Tim Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Tim P2E-LIPI) memperkirakan, akibat naikknya harga BBM jumlah warga miskin Indonesia bertambah dari 37,2 juta menjadi 41,7 juta orang (21,92 persen). Diperkirakan terdapat 100.000 perempuan dan anak-anak yang diperdagangkan setiap tahunnya, kebanyakan sebagai pekerja seks komersial di Indonesia dan luar negeri.
Dalam laporan tahunan Unicef berjudul Laporan Situasi Anak Dunia 2007, tercatat kehidupan jutaan anak perempuan dan perempuan dewasa dibayangi oleh diskriminasi, ketidakberdayaan dan kemiskinan. Jutaan perempuan di seluruh dunia menjadi sasaran kekerasan fisik dan seksual, dan sedikit peluangnya untuk mendapatkan keadilan.
Sebagai akibat diskriminasi, anak perempuan berpeluang lebih kecil untuk bersekolah, bisa dikatakan satu dari lima anak perempuan yang bersekolah di sekolah dasar di negara berkembang tidak menyelesaikan pendidikannya. Tingkat pendidikan diantara kaum perempuan, menurut laporan ini, berhubungan dengan tingkat kelangsungan hidup dan perkembangan anak yang lebih baik.
Laporan Unicef tersebut mungkin hanya menggambarkan kondisi perempuan di negara berkembang, sekarang kita lihat nasib perempuan di dunia barat. Barat yang selalu menjadi acuan Indonesia berdemokrasi ternyata “mengoleksi” catatan buruk nasib perempuan dan anak-anak.

Sebuah survey yang dilakukan di sembilan negara bagian AS, yang dilakukan selama 5 tahun, menyatakan bahwa 60% pengacara perempuan mengaku pernah mengalami pelecehan seksual. Pelecehan tersebut dilakukan, sepertiganya oleh kolega, 40% oleh klien, dan 6% oleh hakim. Penelitian yang dilakukan University of Medical Researchers tahun 1998, diketahui bahwa diantara prajurit perempuan pasukan AS dalam perang Vietnam atau perang Teluk, 63% mengalami pelecehan fisik dan seksual selama menjalani tugas kemiliterannya, dan 43% dilaporkan mengalami pemerkosaan atau usaha pemerkosaan.

BBC melaporkan, hampir 25% perempuan di Inggris pernah mengalami kekerasan domestik dalam kehidupannya. Setiap 60 detik, kepolisisn Inggris mendapat panggilan menangani kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan menerima 1300 telepon pengaduan masalah ini setiap harinya. KDRT di Inggris pun telah memakan 2 korban tewas setiap minggunya!

Pemerkosaan terjadi setiap menit di AS dan di Inggris sepertiga perempuan pernah menjadi korban pelecehan seksual pada usia 18 tahun. Jumlah pemerkosaan pun dilaporkan meningkat 500% antara 1996-1997 (Nawaz,2006)).

Fakta yang mengerikan! Apakah hal seperti ini yang ingin ditiru dan dicapai oleh kaum perempuan di Indonesia? Tampaknya berbagai permasalahan perempuan dan anak-anak semakin mengukuhkan kegagalan demokrasi dalam menjamin keadilan, keamanan dan kesejahteraan. Masihkan kita berharap terhadap demokrasi? Sistem yang telah berabad-abad didengungkan memberi sejuta harapan perbaikan, tapi sampai saat ini perbaikan yang diinginkan tak pernah tercapai!!!

Jumat, 02 April 2010

Negara Khilafah : Khilafah Tidak Mengadopsi Perkara Khilafiyah dalam Ibadah dan Aliran Aqidah Tertentu

Di tengah masyarakat sering kita jumpai khilafiyah (perbedaan pendapat) dalam hukum-hukum ibadah, misalnya dalam jumlah rakaat shalat tarawih. Ada yang tarawih 11 rakaat dan ada yang tarawih 23 rakaat. Mungkin muncul pertanyaan, apakah Khilafah akan mengadopsi pendapat tertentu dalam masalah ini dan mengharuskan rakyat untuk mengamalkannya?

Ada pula khilafiyah dalam ide-ide yang berkaitan dengan akidah. Dulu, misalnya, pernah muncul perdebatan sengit apakah al-Quran makhluk atau kalamullah. Pada masa Khilafah Abbasiyah, Khalifah Al-Ma’mun (berkuasa 813-833 M) yang terpengaruh aliran Muktazilah mengadopsi ide al-Quran adalah makhluk dan mengharuskan rakyat menganut pendapat itu. Sebaliknya, Imam Ahmad bin Hanbal yang dianggap sebagai representasi aliran Ahlus Sunnah bersiteguh bahwa al-Quran adalah kalamullah, bukan makhluk. Akibatnya, beliau mendapat perlakuan keras dari penguasa saat itu. Apakah Khilafah akan mengadopsi ide tertentu dalam persoalan akidah seperti itu dan mengharuskan rakyat untuk menganutnya?

Hizbut Tahrir telah menjawab pertanyaan semacam ini dalam kitabnya, Rancangan UUD Negara Khilafah (Masyrû’ ad-Dustûr). Pasal 4 Rancangan UUD itu berbunyi: Khalifah tidak mengadopsi hukum syariah tertentu dalam ibadah, kecuali zakat dan jihad, serta apa saja yang menjadi keharusan untuk menjaga persatuan kaum Muslim. Khalifah juga tidak mengadopsi ide apa pun yang berkaitan dengan akidah Islam.” (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 19).

Telaah kitab kali ini akan menjelaskan lebih jauh pasal tersebut berdasarkan uraian dalam kitab Muqaddimah ad-Dustûr karya Imam Taqiyyuddin An-Nabhani (2009).

Tak Mengadopsi Lebih Baik daripada Mengadopsi

Jelas dari bunyi pasal itu, bahwa Khalifah tidak mengadopsi hukum-hukum syariah tertentu yang bersifat khilafiyah dalam persoalan ibadah. Khalifah juga tidak mengadopsi ide-ide tertentu yang terkait dengan akidah Islam, misalnya mengadopsi mazhab (aliran) Muktazilah atau aliran Wahabi (Salafi).

Imam an-Nabhani menyatakan sikap Khalifah yang demikian itu dimaksudkan untuk menjauhkan diri dari berbagai masalah serta untuk mewujudkan ketenteraman dan kerukunan di tengah umat (Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 19).

Dapat dibayangkan, andaikata Khalifah mengadopsi satu hukum tertentu dalam persoalan ibadah atau mengadopsi suatu aliran akidah tertentu, akan banyak masalah yang harus dihadapi Khalifah. Misalnya, munculnya rasa tidak senang dari rakyat kepada Khalifah. Ketidakpuasan rakyat ini dapat berkembang ke arah sikap pembangkangan rakyat yang tentu tidak baik bagi stabilitas negara.

Sebagai contoh, andai Khalifah mengadopsi pendapat bahwa melafalkan niat dalam ibadah (seperti wudhu, shalat, puasa, dsb) adalah bid’ah. Umat pun dilarang oleh Khalifah untuk melafalkan niat. Apa yang akan terjadi? Pasti di antara umat Islam ada yang tersinggung dan sangat keberatan dengan pelarangan oleh Khalifah itu, meski memang ada ulama yang berpendapat melafalkan niat itu bid’ah (Abdat, Risâlah Bid’ah, hlm. 175). Akan timbul pro-kontra yang merusak kerukunan umat karena sebagian umat yang tidak terima akan menjawab bahwa melafalkan niat bukanlah suatu bid’ah. (Harmi dkk, Kiai NU Tidak Berbuat Bid’ah, hlm. 15).

Contoh lain, jika Khalifah mengadopsi pendapat Wahabi (Salafi) bahwa ayat-ayat sifat tidak boleh ditakwilkan. Kelompok Wahabi tidak membenarkan pemahaman penganut Asy’ariyah yang menakwilkan “tangan Allah” (yadulLâh) sebagai “kekuasaan Allah” (qudratulLâh) (QS al-Fath [48] : 10). Penganut Wahabi pun sering menganggap penganut Asy’ariyah sebagai kelompok sesat, meski paham Asy’ariyah itu sesungguhnya didasarkan pada pemahaman lughawi dan pemahaman syar’i yang kuat. Jika Khalifah mengadopsi paham Wahabi ini, pasti di antara umat Islam ada yang tidak terima disebut sesat atau menyimpang.

Di sinilah kita dapat mengerti bahwa memang lebih bijaksana dan lebih tepat kalau Khalifah tidak mengadopsi baik itu menyangkut hukum-hukum tertentu yang khilafiyah dalam masalah ibadah maupun menyangkut ide-ide tertentu yang berkaitan dengan akidah. Khalifah cukup melakukan pengawasan secara umum (isyraf ‘âm) kepada masyarakat dan mencegah tindakan saling membid’ahkan atau mengkafirkan di antara anggota masyarakat.

Namun, Imam An-Nabhani menegaskan, bahwa ketika Khalifah tidak mengadopsi, bukan berarti mengadopsi itu haram bagi Khalifah, namun artinya ialah Khalifah memilih untuk tidak mengadopsi. Sebab, mengadopsi suatu hukum asalnya adalah mubah bagi Khalifah. Jadi Khalifah boleh mengadopsi dan boleh tidak mengadopsi. Namun, Imam an-Nabhani lebih cenderung agar Khalifah tidak mengadopsi. Bunyi pasal 4 di atas redaksinya adalah: Khalifah tidak mengadopsi…” dan bukannya, “Khalifah haram mengadopsi…” (Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 20).

Alasan Memilih Tidak Mengadopsi

Lalu apa alasannya Imam an-Nabhani lebih cenderung agar Khalifah tidak mengadopsi? Ada dua alasan yang dikemukakan beliau. Pertama: karena adopsi dalam hukum-hukum ibadah dan ide yang berkaitan dengan akidah dapat menimbulkan haraj (rasa sempit di dalam hati). Padahal Islam tidak menghendaki adanya kesempitan dalam mengamalkan ajaran Islam, sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan (QS al-Hajj [22]: 78).

Kedua: karena adopsi seperti itu menyalahi fakta adopsi. Sebab, adopsi itu berada pada interaksi antarsesama manusia, bukan pada interaksi antara manusia dengan Allah SWT. Adopsi itu faktanya terkait dengan hukum-hukum muamalah atau ‘uqûbât, yang memang akan menimbulkan konflik dan sengketa di antara individu masyarakat jika tidak diatur dengan hukum yang sama.

Adapun hukum-hukum ibadah dan juga ide yang berkaitan dengan akidah, faktanya adalah pengaturan interaksi antara manusia dengan Allah SWT, bukan interaksi antarsesama manusia. Jika ada perbedaan hukum, relatif tidak akan menimbulkan konflik atau sengketa di antara individu masyarakat.

Berdasarkan dua alasan itulah, yang lebih tepat adalah Khalifah itu hendaknya tidak mengadopsi (Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 21).

Pengecualian

Meski sikap yang lebih baik adalah Khalifah tidak mengadopsi, namun ada pengecualiannya, yaitu boleh saja Khalifah mengadopsi hukum-hukum ibadah atau ide yang berkaitan dengan akidah dalam rangka untuk memelihara persatuan umat, meskipun dapat menimbulkan rasa sempit di dalam hati (haraj) dan menyalahi fakta adopsi.

Pengecualian ini karena adanya tarjîh (pengunggulan) pada nash-nash yang qath’i (pasti), yaitu nash yang qath’i tsubût (pasti penetapannya) dan qath’i dalâlah (pasti pengertiannya). Nash qath’i seperti ini lebih kuat daripada nash yang tak menghendaki adanya kesempitan dalam agama Islam. Misalnya, nash qath’i yang mewajibkan kaum Muslim bersatu dengan ikatan Islam dan melarang mereka untuk bercerai-berai (QS Ali ‘Imran [3]: 103). Nash qath’i ini lebih râjih (kuat) daripada nash yang tak menghendaki rasa sempit dalam agama Islam (QS Al-Hajj [22]: 78).

Maka dari itu, sebagai pengecualian, boleh Khalifah mengadopsi hukum-hukum ibadah tertentu, seperti hukum-hukum jihad dan zakat, demi menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam. Sulit dibayangkan negara Khilafah dapat memungut zakat secara optimal dari umat Islam kalau Khilafah tidak mengadopsi hukum-hukum tertentu dalam masalah zakat. Khalifah juga boleh mengadopsi kesatuan awal puasa Ramadhan, kesatuan pelaksanaan haji, juga kesatuan Idul Fitri dan Idul Adha, dalam rangka untuk memelihara persatuan kaum Muslim. Fakta menunjukkan bahwa perbedaan hari raya sering menimbulkan suasana tidak nyaman bahkan permusuhan di antara anggota masyarakat, atau bahkan di antara sesama anggota keluarga yang kebetulan berbeda mazhab. Mereka terbukti lebih senang dan lebih berbahagia jika Idul Fitri atau Idul Adha jatuh pada hari yang sama. Maka sudah selayaknya, Khalifah nanti mengadopsi kesatuan Idul Fitri dan Idul Adha bagi kaum Muslim di seluruh dunia. WalLâhu a’lam. []

Daftar Bacaan

Abdat, Abdul Hakim bin Amir, Risâlah Bid’ah, (Jakarta: Pustaka Abdullah), 2004.

Al-Baghdadi, Abdul Qahir, Al-Farqu bayna al-Firaq, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah), 2005.

Al-Ghumari, Ahmad bin Muhammad, Tawjîh al-Anzhar li Tawhîd al-Muslimîn fî ash-Shawm wa al-Ifthâr (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah), 2006.

Al-Hafni, Abdul Mun’im, Ensiklopedi Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam (Mawsû’ah al-Harakât wa al-Madzâhib al-Islamiyyah fi al-‘Alam), Penerjemah Muhtarom, (Jakarta: Soegeng Saryadi Syndicate & Grafindo Khazanah Ilmu), 2006.

Al-Hawali, Safar bin Abdurrahman, Ushûl al-Firaq wa al-Adyân wa al-Madzâhib al-Fikriyyah, (t.tp.: t.p.), t.t.

Al-Hamd, Muhammad bin Ibrahim, Rasâ’il fî al-Adyân wa al-Firaq wa al-Madzâhib, (t.tp.: t.p.), 1426.

Al-Khalidi, Mahmud Abdul Majid, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, (Kuwait: Dar al-Buhuts Al-Ilmiyyah), 1980.

An-Nabhani, Taqiyuddin, Muqaddimah ad-Dustur aw al-Asbâb al-Mûjibah Lahu, Jilid I, (Beirut: Darul Ummah), Cetakan II, 2009.

Harmi, Bakhtiar dkk, Kiai NU Tidak Berbuat Bid’ah, (Ponorogo: Lajnah Ta‘lif wan Nasyr NU Ponorogo), 2009.

Hawari, Muhammad, ‘Isyrûna Nadwah fî Syarh wa Munâqasyah Masyrû’ Tathbîq al-Islâm fî al-Hayâh, (t.t.p.: t.p), 2002.

Mufti, M. Ahmad & Al-Wakil, Sami Shalih, At-Tasyrî’ wa Sann al-Qawânin fî ad-Dawlah al-Islâmiyyah, (Beirut: Dar Al-Nahdhah al-Islamiyyah), 1992.

Zarkasyi, Amal Fathullah, ‘Ilmu al-Kalam Târîkh al-Madzâhib al-Islâmiyyah wa Qadhâyaha al-Kalamiyyah, (Gontor: Darus Salam), 2006.

Al-Quds Tidak Bisa Dibebaskan oleh Barisan Kata-kata Pujian Terhadap al-Aqsa

Al-Quds Tidak Bisa Dibebaskan oleh Barisan Kata-kata Pujian Terhadap al-Aqsa

بسم الله الرحمن الرحيم

Wahai Para Peserta KTT!

Al-Quds Tidak Bisa Dibebaskan oleh Barisan Kata-kata Pujian terhadap al-Aqsa

yang Meluncur dari Ujung Lisan

Yang Bisa Membebaskan al-Quds adalah Barisan Tentara yang Memerangi Negara Yahudi

di Medan Peperangan!

Para penguasa Arab menutup KTT Arab ke-22 pada sore hari ini, 28 Maret 2010, setelah berlangsung selama dua hari di kota Sirte Libia. KTT itu didahului oleh pertemuan para menteri luar negeri selama dua hari pada tanggal 25 dan 26 Maret 2010. Dalam konferensi persiapan itu ditetapkan jadual acara KTT. Resolusi-resolusi KTT dipenuhi oleh paragraf lama yang diperbarui … aktivitas perdamaian, perseteruan Arab-Israel, inisiatif arab, penolakan penggabungan al-Haram al-Ibrahimi oleh Yahudi dan Masjid Bilal. Begitu pula penolakan terhadap kebijakan pemukiman dan ikutannya berupa berbagai perundingan baik langsung maupun tidak langsung… Situasi di Irak dan semenanjung Emirat, dukungan atas perdamaian, pembangunan di Sudan, Somalia dan semenanjung Bulan Sabit dan pembersihan kawasan dari senjata nuklir dan masalah lainnya… Kemudian terdapat resolusi tambahan konferensi istimewa baru yang di dalamnya para peserta KTT saling bertukar ucapan selamat! Semuanya merupakan resolusi bombastik yang tidak bisa mengenyangkan dan tiada pula menghilangkan rasa haus, bahkan semua resolusi itu justru mendekatkan kepada kehausan, dan laksana pepatah, tong kosong nyaring bunyinya! Hingga pernyataan final pada penutupan KTT disampaikan secara singkat dan tergesa-gesa seakan-akan para peserta KTT malu atas pernyataan itu!

Hanya saja terdapat dua perkara yang menarik selama penyelenggaraan KTT sejak konferensi persiapan hingga dikeluarkannya pernyataan final:

Pertama, perkara yang tampak atas antek-antek Inggris dalam bentuk upaya bersama untuk mempengaruhi resolusi Liga Arab dan mengendalikannya. Dimana Yaman mengajukan usulan dibentuknya Persatuan Arab menggantikan Liga Arab. Tampak jelas bahwa usulan itu bersesuaian dengan pendapat ketua KTT, penguasa Libia. Delegasi Libia secara spontan menyatakan dukungan terhadap resolusi tersebut seakan-akan delegasi telah memiliki janji untuk itu! Kemudian Qadafi mengatakan bahwa resolusi tersebut disetujui. Ini dari satu sisi. Dari sisi lain, dia menjadi ketua KTT pada periode saat ini, ia telah meminta keistimewaan sebagai ketua KTT untuk memiliki wewenang mengoreksi sekjen Liga dan menyerukan penyelenggaraan KTT istimewa. Dari sisi ketiga, usulan Qatar atas pembentukan komite komunikasi dengan ketua KTT. Semua itu menunjukkan bahwa Inggris melalui antek-anteknya ingin menancapkan pengaruh kepada Liga Arab atau mengadakan organisasi pengganti. Hal itu karena Liga Arab yang merupakan buatan Inggris pada tanggal 22 Maret 1945, pada tahun-tahun terakhir ini Amerika telah masuk sangat dalam di dalam Liga dan memiliki pengaruh signifikan dalam resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh Liga… Pusat pengaruh AS itu di Kairo dan pada diri presiden Mesir, orangnya Amerika sekaligus penjaga Amerika dan penjaga nilai-nilai Amerika… Meskipun berbagai upaya Inggris dan antek-anteknya itu mengandung kecanggihan, namun tidak ada kemungkinan akan berhasil dalam perkara ini. Yang lebih mungkin adalah bahwa berbagai upaya itu tidak lain hanyalah balon uji coba untuk mengetahui bagaimana berlangsungnya perkara-perkara itu, dan kemudian akan diputuskan langkah-langkah berikutnya!

Kedua, masalah al-Quds. Berbagai resolusi KTT telah dipenuhi oleh masalah al-Quds yang menyenangkan para peserta konferensi dan kalimat-kalimat yang baik… Mereka telah mengumumkan dengan penuh kebanggaan bahwa mereka telah menyiapkan strategi untuk membebaskan al-Quds. Strategi itu mereka fokuskan pada tiga poros: politik, perundang-undangan dan finansial… Mereka menyerukan agar Dewan Keamanan memikul tanggungjawabnya dan bergerak mengambil langkah-langkah dan mekanisme yang diperlukan untuk menyelesaikan pertikaian Arab-Israel… Mereka memutuskan untuk mengarahkan resolusi kepada Mahkamah Kejahatan Internasional untuk menghakimi kejahatan Israel di kota-kota yang disucikan. Mereka juga memutuskan mendukung al-Quds dengan dana sebesar setengah milyar dolar AS untuk menghadapi rencana-rencana pemukiman Israel. Berikutnya disetujui resolusi penunjukan juru runding umum untuk al-Quds dalam kerangka Liga Arab!… Dan akhirnya meski bukan yang paling akhir, hal itu adalah perlombaan panas dalam kecintaan atas al-Quds dan memuji al-Aqsa. Selama konferensi persiapan menjelang pelaksanaan KTT yang diikuti oleh para menteri luar negeri, juru bicara menteri luar negeri Mesir memberi catatan satu point kepada para koleganya dengan mengumumkan bahwa Mesir mengusulkan KTT sekarang dinamakan KTT al-Quds. Utusan tetap Suria di Liga Arab menjawab bahwa negerinyalah yang meminta kepada para menteri luar negeri Arab untuk menamai KTT tersebut sebagai KTT al-Quds… Begitulah orang arab bersamaan dalam satu point, baik mereka yang menyebut diri moderat maupun oposan! Bahkan Erdogan yang diberi peran oleh AS untuk mengucapkan kata-kata panas di kawasan mengucapkan tentang kecintaan dan pujian kepada al-Quds, kalimat yang tidak diucapkan oleh penguasa Arab! Seandainya kepala staf militer Yahudi, Ashkenazi, sebelumnya tidak berada di Turki menghadiri konfenrensi militer dan keamanan atas undangan dari Erdogan, niscaya masyarakat akan menduga bahwa Erdogan dengan ucapan panasnya itu ingin mengumumkan perang terhadap negara Yahudi!!

Wahai manusia, sesungguhnya para penguasa itu memiliki akal tetapi tidak mereka gunakan untuk berpikir. Mereka memiliki telinga tetapi tidak mereka gunakan mendengar. Mereka juga memiliki mata tetapi tidak melihat. Sesungguhnya bukanlah mata yang buta melainkan yang buta adalah hati yang ada di dalam dada! Apakah al-Quds akan bisa dibebaskan dengan perundingan umum yang tidak memiliki kekuasaan sedikitpun? Atau bisakah al-Quds dibebaskan dengan dukungan finansial yang tidak akan bisa sampai ke al-Quds kecuali dibawah lindungan Yahudi? Bisakah al-Quds dibebaskan dengan seruan kepada Dewan Keamanan yang justru telah mendirikan negara Yahudi di Palestina? Atau bisakah al-Quds dibebaskan dengan mengajukan tuntutan kepada Mahkamah Internasional yang tidak bisa memutuskan kebenaran dan tidak bisa menolak kebatilan?! Atau bisakah al-Quds dibebaskan dengan ucapan-ucapan panas tentang kecintaan dan kerinduan kepada al-Quds sementara pemilik ucapan itu sendiri justru membuka kedutaan untuk negara Yahudi di negerinya dan mengundang pembantai al-Quds ke negerinya?!

Wahai manusia, dahulu ada diantara Anda orang yang mengatakan bahwa para penguasa itu, meski mereka berlepas diri dari Palestina yang diduduki, mereka tidak akan berlepas diri dari al-Quds dan al-Aqsa. Jika bukan karena dorongan takwa pastilah karena dorongan rasa malu… Akan tetapi, sekarang al-Quds digali dari sekelilingnya, bahkan dari jantungnya, dari arah kubah ash-Shakhrah dan masjidnya. Yahudi telah bermain di atas dan bawahnya. Yahudi telah mengosongkan tanah di bawahnya, menodai kehormatannya dari atasnya, memenuhi tanahnya dengan pemukiman dari depan dan belakangnya. Bahkan Yahudi telah mengadiahi KTT mereka, pada sore hari pelaksanaannya, dengan agresi atas Gaza dan deklarasi panas seputar kelanjutan kebijakan pembangunan pemukiman di al-Quds tanpa ada perubahan sedikitpun. Para penguasa itu menyaksikan dan mendengar semua itu, mereka bertemu dan saling berjabat tangan, makan-makan dan tertawa, tetapi mereka hanya berdiri temangu!

Wahai kaum muslim, sesungguhnya yang bisa membebaskan al-Quds adalah seorang panglima yang mukhlis, ikhlas kepada Rabbnya SWT, membenarkan RasulNya saw, yang memimpin tentara kaum Muslim dan menghimpun orang-orang yang mampu untuk bergabung di dalam pasukan… Yang bisa membebaskan al-Quds adalah seorang panglima yang kuat lagi bertakwa, yang mengembalikan jejak al-Faruq yang telah membebaskan al-Quds pada tahun 15 H dan yang menetapkan dokumen Umaria, yang di dalamnya dinyatakan bahwa tidak seorang Yahudi pun boleh tinggal di al-Quds. Seorang panglima yang mengembalikan jejak langkah Shalahuddin yang telah membebaskan al-Quds dari najis kaum salibis pada tahun 583 H dan yang mengangkat Qadhinya, Muhyiddin, yang membuka khutbah Jumat pertama setelah pembebasannya itu dengan ayat yang mulia

فَقُطِعَ دَابِرُ الْقَوْمِ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (QS al-An’am [6]: 45)

Panglima yang mengembalikan sejarah Abdul Hamid II, yang menjaga al-Quds dan menghalangi Hertzel dan para begundalnya untuk memasuki al-Quds, meskipun harta yang besar ditawarkan Hertzel ke kas negara. Jawaban Abdul Hamid II pada tahun 1901 adalah: “Sesungguhnya Palestina bukanlah milikku, akan tetapi milik bangsaku yang telah mengairinya dengan darah mereka. Maka hendaklah Yahudi menyimpan jutaan uangnya. Sesungguhnya sayatan pisau di badanku sungguh lebih sepele daripada aku melihat Palestina dikerat dari negaraku. Perkara itu tidak akan terjadi”.

Begitulah, al-Quds akan bisa dibebaskan dari gerombolan Yahudi oleh tentara kaum Muslim yang mendatangi mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka dan memukul mereka dengan pukulan yang membuat mereka melupakan bisikan-bisikan setan… Yaitu oleh tentara yang bergegas meraih satu diantara dua kebaikan, kemenangan atau mati syahid… Sesuai dengan firman Allah SWT:

فَإِمَّا تَثْقَفَنَّهُمْ فِي الْحَرْبِ فَشَرِّدْ بِهِمْ مَنْ خَلْفَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka mengambil pelajaran. (QS al-Anfal [8]: 57)

Dan sesuai dengan firman Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa:

وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ

dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (QS al-Baqarah [2]: 191)

Begitulah wahai Kaum Muslim!

Wahai para tentara di negeri kaum Muslim, sesungguhnya tidak ada alasan bagi orang yang mencari-cari alasan dan tiada uzur bagi orang yang mencari-cari uzur. Jangan Anda katakan bahwa para penguasa melarang Anda. Di tangan Anda lah kekuatan. Bahkan Anda yang menjaga mereka, para penguasa itu. Di tangan Anda lah nasib mereka. Jika Anda mentaati mereka niscaya mereka menjerumuskan Anda ke dalam dosa dan permusuhan, dan niscaya Anda tidak akan bisa merasakan telaga Rasulullah saw. Jika Anda tidak menolong mereka dalam kezalimannya, tidak membenarkan kebohongan mereka, maka Rasul saw akan menjadi bagian dari Anda dan Anda menjadi bagian dari Beliau; serta Anda akan bisa merasakan nikmatnya telaga Rasulullah saw. Dan sungguh alangkah besarnya pahala bagi orang-orang yang berbuat. Imam at-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Ka’ab bin ‘Ujrah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda kepadaku:

«أُعِيذُكَ بِاللَّهِ يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ مِنْ أُمَرَاءَ يَكُونُونَ مِنْ بَعْدِى فَمَنْ غَشِىَ أَبْوَابَهُمْ فَصَدَّقَهُمْ فِى كَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّى وَلَسْتُ مِنْهُ وَلاَ يَرِدُ عَلَىَّ الْحَوْضَ وَمَنْ غَشِىَ أَبْوَابَهُمْ أَوْ لَمْ يَغْشَ فَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ فِى كَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَهُوَ مِنِّى وَأَنَا مِنْهُ وَسَيَرِدُ عَلَىَّ الْحَوْضَ»

Aku berlindung kepada Allah untukmu ya Ka’ab bin ‘Ujrah dari para pemimpin yang akan ada sesudahku. Siapa saja yang mendatangi pintu-pintu mereka lalu membenarkan kedustaan mereka dan membantu mereka atas kezalimannya, maka ia bukan bagian dari golonganku dan aku bukan bagian dari golongannya dan ia tidak akan bisa merasakan telaga bersamaku. Dan siapa saja yang mendatangi pintu-pintu mereka atau tidak mendatangi, lalu tidak membenarkan kedustaan mereka dan tidak membantu mereka atas kezalimannya, maka dia bagian dari golonganku dan aku bagian dari golongannya serta ia akan bisa merasakan telaga bersamaku

Wahai Para Tentara di Negeri Muslim

Sesungguhnya Hizbut Tahrir meminta pertolongan (nushrah) Anda untuk menegakkan Khilafah, maka berikanlah nushrah Anda. Hizbut Tahrir menyeru Anda untuk berhambur memerangi Yahudi maka penuhilah seruan itu. Sesungguhnya memerangi Yahudi dan pertolongan atas mereka itu dinyatakan di dalam Kitabullah SWT:

فَإِذَا جاءَ وَعْدُ الآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيراً عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيراً

Dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. (QS al-Isra’ [17]: 7)

Juga dinyatakan di dalam hadits Rasul saw:

«لَتُقَاتِلُنَّ الْيَهُودَ فَلَتَقْتُلُنَّهُمْ حَتَّى يَقُولَ الْحَجَرُ يَا مُسْلِمُ هَذَا يَهُودِىٌّ فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ»

Sungguh kalian akan memerangi Yahudi dan kalian memerangi mereka hingga batu pun berkata “hai muslim ini Yahudi, kemarilah, bunuh dia” (HR Muslim dari Ibn Umar)

Apakah tidak ada di antara Anda seorang cerdas yang berangkat dengan tentaranya, melindas dengan kakinya setiap penguasa yang menghadangnya, menegakkan pemerintahan Islam di atas muka bumi, yaitu Khilafah Rasyidah, membebaskan al-Aqsa dan membaca di khutbah Jumat pertama setelah pembebasannya dari najis Yahudi ayat sebagaimana ayat yang dibaca oleh Qadhi Muhyiddin:

فَقُطِعَ دَابِرُ الْقَوْمِ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (QS al-An’am [6]: 45)

Dan disebut oleh Allah SWT di dalam kerajaanNya di sisinya, dicemburui oleh malaikat langit, dan yang merawat bumi, sehingga ia menjadi mulia di dunia dan mulia di akhirat dan hal itu benar-benar kesuksesan yang agung?

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (QS al-ANfal [8]: 24)

Kamis, 01 April 2010

Syarat - Syarat Pemungutan Pajak Menurut Islam

Syarat - Syarat Pemungutan Pajak Menurut Islam

Islam adalah agama yang anti kedzaliman. Pengutipan pajak tidak dapat dilakukan sembarangan dan sekehendak hati penguasa. Pajak yang diakui dalam sejarah fiqh Islam dan sistem yang dibenarkan harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
1. Benar – benar harta itu dibutuhkan dan tak ada sumber lain. Pajak itu boleh dipungut apabila negara memang benar – benar membutuhkan dana, sedangkan sumber lain tidak diperoleh. Demikianlah pendapat Syeikh Muhammad Yusuf Qardhawy.
Para ulama dan para ahli fatwa hukum Islam menekankan agar memperhatikan syarat ini sejauh mungkin. Sebagian ulama mensyaratkan bolehnya memungut pajak apabila Baitul Mal benar – benar kosong. Para ulama benar – benar sangat hati – hati dalam mewajibkan pajak kepada rakyat, karena khawatir akan membebani rakyat dengan beban yang di luar kemampuannya dan keserakahan pengelola pajak dan penguasa dalam mencari kekayaan dengan cara melakukan korupsi hasil pajak.
Sultan Zahir Baibas adalah Raja muslim yang berkuasa pada masa Imam Nawawi. Tatkala negara hendak berperang melawan tentara Tartar di negara Syam, dalam Baitul Mal tidak terdapat biaya yang cukup untuk perang. Maka dikumpul para Ulama dalam Musyawarah, mereka menetapkan keharusan memungut pajak kepada rakyat untuk membantu biaya perang. Ternyata Imam Nawawi tidak hadir dalam acara itu, sehingga menimbulkan tanda tanya bagi Sultan itu. Maka akhirnya Imam Nawawi dipanggil. Sultan berkata kepadanya “Berikan tanda tangan anda bersama para ulama lain”. Akan tetapi Imam Nawawi tidak bersedia. Sultan menanyakan kepada Imam Nawawi “ kenapa tuan menolak ?”
Imam Nawawi berkata : “Saya mengetahui bahwa Sultan dahulu adalah hamba sahaya dari Amir Banduqdar, anda tak mempunyai apa – apa, lalu Allah memberikan kekayaan dan dijadikannya Raja, saya dengar anda memiliki seribu orang hamba. Setiap hamba mempunyai pakaian kebesaran dari emas dan andapun mempunyai 200 orang jariah, setiap jariah mempunyai perhiasan. Apabila anda telah nafkahkan itu semua, dan hamba itu hanya memakai kain wol saja sebagai gantinya, demikian pula para jariah hanya memakai pakaian tanpa perhiasan, maka saya berfatwa boleh memungut biaya dari rakyat.
Mendengar pendapat Imam Nawawi ini, Sultan Zahir pula sangat marah kepadanya dan berkata : “keluarlah dari negeriku Damaskus”. Imam Nawawi menjawab, “saya taati perintah Sultan “, lalu pergilah ia ke kampung Nawa. (maka itulah dia digelari Nawawi). Para ahli fiqh berkata kepada Sultan, “ Beliau itu adalah ulama besar, ikutan kami dan sahabat kami “. Lalu Imam Nawawi diminta kembali ke Damaskus tetapi beliau menolak dan berkata : “ Saya tidak akan masuk Damaskus selagi Zahir ada di sana”, kemudian Sultan pun mati. Diantara tulisan berupa nasehat untuk Sultan Zabir ia berkata : “tidak halal memungut sesuatu dari rakyat selagi dalam baitul mal ada uang atau perhiasan, tanda atau ladang yang dapat dijual”. Semoga ini menjadi renungan dan i’tibar bagi ummat Islam saat ini, terutama bagi pejabat – pejabat pajak, DPR atau penguasa.

2. Pemungutan Pajak yang Adil.
Apabila pajak itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain yang memadai, maka pengutipan pajak, bukan saja boleh, tapi wajib dengan syara. Tetapi harus dicatat, pembebanan itu harus adil dan tidak memberatkan.
Jangan sampai menimbulkan keluhan dari masyrakat. Keadilan dalam pemungutan pajak didasarkan kepada pertimbangan ekonomi, sosial dan kebutuhan yang diperlukan rakyat dan pembangunan. (Qardhawi h. 1081-1082).
Distribusi hasil pajak juga harus adil, jangan tercemar unsur KKN. Jangan prioritaskan pembangunan kampung halaman pejabat itu saja, tetapi sesuaikan dengan kebutuhan, kenyataan menunjukkan, seorang pejabat hanya terpokus membangun kampung kelahirannya (nenek moyangnya), kurang peduli pada daerah yang lain. Sehingga terjadi kesenjangan pembangunan. Ini merupakan sebuah kezaliman.

3. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan untuk maksiat dan hawa nafsu.
Hasil pajak harus digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan kelompok (partai), bukan untuk pemuas nafsu para penguasa, kepentingan pribadi, kemewahan keluarga pejabat dan orang-orang dekatnya.
Karena itu, Al-Qur’an memperhatikan sasaran zakat secara rinci, jangan sampai menjadi permainan hawa nafsu, keserakahan atau untuk kepentingan money politic. Justru itulah para Khulafaur Rasyidin dan para sahabat besar menekankan penggunaan kekayaan rakyat pada sasaran-sasaran yang ditetapkan syariat. Jangan sampai pajak tersebut menjadi lahan korupsi.
Tapi sangat di sayangkan, tidak sedikit oknum yang menyalahgunakan pajak untuk kepentingan pribadi, golongan dan kroni-kroninya. Itulah bedanya antara Kulafaur Rasyidin dengan raja dan pejabat yang rakus.
Ibnu Sa’ad meriwayatkan dalam At-Thabaqat dari Salman bahwa Umar berkata kepadanya, “Apakah aku ini raja atau Khalifah”.? Salman menjawab, “Kalau engkau memungut dari negeri muslim satu dirham, kemudian engkau gunakan bukan pada haknya, maka engkau raja, bukan Khalifah”.
Diriwayatkan dari Sufyan bin Abu Aufa, Umar bin khattab berkata, Demi Allah, aku tidak tahu, apakah aku ini Khalifah atau raja, bila aku raja, maka ini masalah yang besar”. Seseorang berkata, “Hai Amirul Mukminin, sesungguhnya keduanya berbeda, Khalifah tidak akan memungut sesuatu kecuali dari yang layak dan tidak akan memungut sesuatu kecuali kepada yang berhak. Alhamdulillah engkau termasuk kepada orang yang demikian, sedangkan raja (zalim) akan berbuat sekehendaknya”. Maka Umar diam (Qardhawi, hlm. 1083.)

4. Persetujuan para ahli/cendikiawan yang berakhlak. Kepala negara, wakilnya, gubernur atau pemerintah daerah tidak boleh bertindak sendiri untuk mewajibkan pajak, menentukan besarnya, kecuali setelah dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan dari para ahli dan cendikiawan dalam masyarakat.
Karena pada dasarnya, harta seseorang itu haram diganggu dan harta itu bebas dari berbagai beban dan tanggungan, namun bila ada kebutuhan demi untuk kemaslahatan umum, maka harus dibicarakan dengan para ahli termasuk ulama. Musyawarah adalah unsur pokok dalam masyarakat yang beriman, sebagai perintah langsung dari Allah SWT
Para pejabat pemerintah yang menangani pajak harus mempertimbangkan secara adil, obyektif dan seksama dan matang dalam menetapkan tarif pajak. DPR harus menyampaikan dan membawa aspirasi rakyat banyak, bukan hanya memikirkan kepentingan pribadi atau golongan..

Penutup
1. Zakat dan pajak diwajibkan bagi umat Islam, tetapi kewajiban pajak harus diberikan keringanan bagi umat Islam. Sehingga tidak memberatkan karena dua kali beban.
2. Pemerintah hendaknya juga memberikan keringanan kepada Pegawai Negeri Sipil, berupa pengurangan pajak berdasarkan pasal 22 Undang Undang PPH, karena pegawai negeri muslim tertentu juga diwajibkan untuk membayar zakat sebanyak 2,5%.(tentunya jika nisahbnya terpenuhi)
3. Pembayaran pajak tidak bisa menggugurkan kewajiban zakat, meskipun diniatkan pajak itu sebagai zakat. Sebab wajibnya zakat bersifat aqli dan abadi, mutlak dan ta’abbudi. Sedangkan pajak bersifat ‘aqli, berdasarkan maslahat dan bersifat temporer.
4. Pemerintah dan DPR/DPRD harus memperhatikan syarat-syarat pemungutan pajak yang telah dirumuskan ulama, demi terwujudnya keadilan dan hilangnya kezaliman dalam masyarakat.
5. Masyarakat muslim hendaknya membayar zakat hartanya, terutama melalui lembaga resmi yang telah didirikan saat ini yaitu BAZNAS atau LAZNAS, yang akan didistribusikan kepada mustahiq yang paling membutuhkan dan sesuai dengan hajat dan kebutuhan.

Pajak Dalam Islam

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membiarkan manusia saling menzhalimi satu dengan yang lainnya, Allah dengan tegas mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Nya, juga atas segenap makhluk-Nya. [1] Kezhaliman dengan berbagai ragamnya telah menyebar dan berlangsung turun temurun dari generasi ke generasi, dan ini merupakan salah satu tanda akan datangnya hari kiamat sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda.

“Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana mereka mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram” [HR Bukhari kitab Al-Buyu : 7]

Di antara bentuk kezhaliman yang hampir merata di tanah air kita adalah diterapkannya sistem perpajakan yang dibebankan kepada masyarakat secara umum, terutama kaum muslimin, dengan alasan harta tersebut dikembalikan untuk kemaslahatan dan kebutuhan bersama. Untuk itulah, akan kami jelaskan masalah pajak ditinjau dari hukumnya dan beberapa hal berkaitan dengan pajak tersebut, di antaranya ialah sikap kaum muslimin yang harus taat kepada pemerintah dalam masalah ini. Mudah-mudahan bermanfaat.

DEFINISI PAJAK
Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Al-Usyr [2] atau Al-Maks, atau bisa juga disebut Adh-Dharibah, yang artinya adalah ; “Pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak” [3]. Atau suatu ketika bisa disebut Al-Kharaj, akan tetapi Al-Kharaj biasa digunakan untuk pungutan-pungutan yang berkaitan dengan tanah secara khusus.[4]

Sedangkan para pemungutnya disebut Shahibul Maks atau Al-Asysyar.

Adapun menurut ahli bahasa, pajak adalah : “ Suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal menyelenggaraan jasa-jasa untuk kepentingan umum”[5]

MACAM-MACAM PAJAK
Diantara macam pajak yang sering kita jumpai ialah :
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu pajak yang dikenakan terhapad tanah dan lahan dan bangunan yang dimiliki seseorang.
- Pajak Penghasilan (PPh), yaitu pajak yang dikenakan sehubungan dengan penghasilan seseorang.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Barang dan Jasa
- Pajak Penjualan Barang Mewam (PPnBM)
- Pajak Perseroan, yaitu pajak yang dikenakan terhadap setiap perseroan (kongsi) atau badan lain semisalnya.
- Pajak Transit/Peron dan sebagainya.

ADAKAH PAJAK BUMI/KHARAJ DALAM ISLAM?
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah dalam kitabnya Al-Mughni (4/186-121) menjelaskan bahwa bumi/tanah kaum muslimin terbagi menjadi dua macam.

1). Tanah yang diperoleh kaum muslimin dari kaum kafir tanpa peperangan, seperti yang terjadi di Madinah, Yaman dan semisalnya. Maka bagi orang yang memiliki tanah tersebut akan terkena pajak kharaj/pajak bumi sampai mereka masuk Islam, dan ini hukumnya adalah seperti hukum jizyah, sehingga pajak yan berlaku pada tanah seperti ini berlaku hanya terhadap mereka yang masih kafir saja.

2). Tanah yang diperoleh kaum muslimin dari kaum kafir dengan peperangan, sehingga penduduk asli kafir terusir dan tidak memiliki tanah tersebut, dan jadilah tanah tersebut wakaf untuk kaum muslimin (apabila tanah itu tidak dibagi-bagi untuk kaum muslimin). Bagi penduduk asli yang kafir maupun orang muslim yang hendak tinggal atau mengolah tanah tersebut, diharuskan membayar sewa tanah itu karena sesungguhnya tanah itu adalah wakaf yang tidak bisa dijual dan dimiliki oleh pribadi ; dan ini bukan berarti membayar pajak, melainkan hanya ongkos sewa tanah tersebut.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pajak pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah diwajibkan atas kaum muslimin, dan pajak hanya diwajibkan atas orang-orang kafir saja.

HUKUM PAJAK DAN PEMUNGUTNYA MENURUT ISLAM
Dalam Islam telah dijelaskan keharaman pajak dengan dalil-dalil yang jelas, baik secara umum atau khusus masalah pajak itu sendiri.

Adapun dalil secara umum, semisal firman Allah.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil….”[An-NIsa : 29]

Dalam ayat diatas Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya

Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya” [6]

Adapun dalil secara khusus, ada beberapa hadits yang menjelaskan keharaman pajak dan ancaman bagi para penariknya, di antaranya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka” [HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7]

Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dan beliau berkata :”Sanadnya bagus, para perawinya adalah perawi (yang dipakai oleh) Bukhari-Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah ; kendati demikian, hadits ini shahih karena yang meriwayatkan dari Abu Lahi’ah adalah Qutaibah bin Sa’id Al-Mishri”.

Dan hadits tersebut dikuatkan oleh hadits lain, seperti.

“Dari Abu Khair Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata ; “Maslamah bin Makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkankan tugas penarikan pajak kepada Ruwafi bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, maka ia berkata : ‘Sesungguhnya para penarik/pemungut pajak (diadzab) di neraka”[HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930]

Berkata Syaikh Al-Albani rahimahullah : “(Karena telah jelas keabsahan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Lahi’ah dari Qutaibah) maka aku tetapkan untuk memindahkan hadits ini dari kitab Dha’if Al-Jami’ah Ash-Shaghir kepada kitab Shahih Al-Jami, dan dari kitab Dha’if At-Targhib kepada kitab Shahih At-Targhib” [7]

Hadits-hadits yang semakna juga dishahihkan oleh Dr Rabi Al-Madkhali hafidzahulllah dalam kitabnya, Al-Awashim wal Qawashim hal. 45

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang mengisahkan dilaksanakannya hukum rajam terhadap pelaku zina (seorang wanita dari Ghamid), setelah wanita tersebut diputuskan untuk dirajam, datanglah Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu menghampiri wanita itu dengan melemparkan batu ke arahnya, lalu darah wanita itu mengenai baju Khalid, kemudian Khalid marah sambil mencacinya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Pelan-pelan, wahai Khalid. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh dia telah bertaubat dengan taubat yang apabila penarik/pemungut pajak mau bertaubat (sepertinya) pasti diampuni. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan (untuk disiapkan jenazahnya), maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalatinya, lalu dikuburkan” [HR Muslim 20/5 no. 1695, Ahmad 5/348 no. 16605, Abu Dawud 4442, Baihaqi 4/18, 8/218, 221, Lihat Silsilah Ash-Shahihah hal. 715-716]

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa dalam hadits ini terdapat beberapa ibrah/hikmah yang agung diantaranya ialah : “Bahwasanya pajak termasuk sejahat-jahat kemaksiatan dan termasuk dosa yang membinasakan (pelakunya), hal ini lantaran dia akan dituntut oleh manusia dengan tuntutan yang banyak sekali di akhirat nanti” [Lihat : Syarah Shahih Muslim 11/202 oleh Imam Nawawi]

KESEPAKATAN ULAMA ATAS HARAMNYA PAJAK
Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullah mengatakan dalam kitabnya, Maratib Al-Ijma (hal. 121), dan disetujui oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :”Dan mereka (para ulama) telah sepakat bahwa para pengawas (penjaga) yang ditugaskan untuk mengambil uang denda (yang wajib dibayar) di atas jalan-jalan, pada pintu-pintu (gerbang) kota, dan apa-apa yang (biasa) dipungut dari pasar-pasar dalam bentuk pajak atas barang-barang yang dibawa oleh orang-orang yang sedang melewatinya maupun (barang-barang yang dibawa) oleh para pedagang (semua itu) termasuk perbuatan zhalim yang teramat besar, (hukumnya) haram dan fasik. Kecuali apa yang mereka pungut dari kaum muslimin atas nama zakat barang yang mereka perjualbelikan (zakat perdagangan) setiap tahunnya, dan (kecuali) yang mereka pungut dari para ahli harbi (kafir yang memerangi agama Islam) atau ahli dzimmi (kafir yang harus membayar jizyah sebagai jaminan keamanan di negeri muslim), (yaitu) dari barang yang mereka perjualbelikan sebesar sepersepuluh atau setengahnya, maka sesungguhnya (para ulama) telah beselisih tentang hal tesebut, (sebagian) berpendapat mewajibkan negara untuk mengambil dari setiap itu semua, sebagian lain menolak untuk mengambil sedikitpun dari itu semua, kecuali apa yang telah disepakati dalam perjanjian damai dengan dengan ahli dzimmah yang telah disebut dan disyaratkan saja” [8]

PAJAK BUKAN ZAKAT
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah dalam kitabnya Syarh Ma’ani Al-Atsar (2/30-31), berkata bahwa Al-Usyr yang telah dihapus kewajibannya oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kaum muslimin adalah pajak yang biasa dipungut oleh kaum jahiliyah”. Kemudian beliau melanjutkan : “… hal ini sangat berbeda dengan kewajiban zakat..” [9]

Perbedaan lain yang sangat jelas antara pajak dan zakat di antaranya.

1). Zakat adalah memberikan sebagian harta menurut kadar yang ditentukan oleh Allah bagi orang yang mempunyai harta yang telah sampai nishabynya [10]. Sedangkan pajak tidak ada ketentuan yang jelas kecuali ditentukan oleh penguasaa di suatu tempat.

2). Zakat berlaku bagi kaum muslimin saja, hal itu lantaran zakat berfungsi untuk menyucikan pelakunya, dan hal itu tidak mungkin kita katakan kepada orang kafir [11] karena orang kafir tidak akan menjadi suci malainkan harus beriman terlebih dahulu. Sedangkan pajak berlaku bagi orang-orang kafir yang tinggal di tanah kekuasaan kaum muslimin

3). Yang dihapus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang penarikan sepersepuluh dari harta manusia adalah pajak yang biasa ditarik oleh kaum jahiliyah. Adapun zakat, maka ia bukanlah pajak, karena zakat termasuk bagian dari harta yang wajib ditarik oleh imam/pemimpin dan dikembalikan/diberikan kepada orang-orang yang berhak. [12].

4). Zakat adalah salah satu bentuk syari’at Islam yang cicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan pajak merupakan sunnahnya orang-orang jahiliyah yang asal-usulnya biasa dipungut oleh para raja Arab atau non Arab, dan diantara kebiasaan mereka ialah menarik pajak sepersepuluh dari barang dagangan manusia yang melalui/melewati daerah kekuasannya. [Lihat Al-Amwal oleh Abu Ubaid Al-Qasim]

PERSAKSIAN PARA SALAFUSH SHALIH TENTANG PAJAK
1). Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pernah ditanya apakah Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu pernah menarik pajak dari kaum muslimin. Beliau menjawab : “Tidak, aku tidak pernah mengetahuinya” [Syarh Ma’anil Atsar 2/31]

2). Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah menulis sepucuk surat kepada Adi bin Arthah, di dalamnya ia berkata : “Hapuskan dari manusia (kaum muslimin) Al-Fidyah, Al-Maidah, dan Pajak. Dan (pajak) itu bukan sekedar pajak saja, melainkan termasuk dalam kata Al-Bukhs yang telah difirmankan oleh Allah.

“…Dan janganlah kamu merugikan/mengurangi manusia terhadap hak-hak mereka, dan janganlah kamu berbuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan” [Hud : 85]

Kemudian beliau melanjutkan : “Maka barangsiapa yang menyerahkan zakatnya (kepada kita), terimalah ia, dan barangsiapa yang tidak menunaikannya, maka cukuplah Allah yang akan membuat perhitungan dengannya” [Ahkam Ahli Dzimmah 1/331]

3). Imam Ahmad rahimahullah juga mengharamkan pungutan pajak dari kaum muslimin, sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Rajab rahimahullah dalam kitab Jami’ul Ulum wal Hikam [13]

4) Imam Al-Jashshash rahimahullah berkata dalam kitabnya Ahkamul Qur’an (4/366) : “Yang ditiadakan/dihapus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pungutan sepersepuluh adalah pajak yang biasa dipungut oleh kaum jahiliyah. Adapun zakat, sesungguhnya ia bukanlah pajak. Zakat termasuk bagian dari harta yang wajib (untuk dikeluarkan) diambil oleh imam/pemimpin (dikembalikan untuk orang-orang yang berhak)”

5). Imam Al-Baghawi rahimahullah berkata dalam kitabnya Syarh As-Sunnah (10/61) :” Yang dimaksud dengan sebutan Shahibul Maks, adalah mereka yang biasa memungut pajak dari para pedagang yang berlalu di wilayah mereka dengan memberi nama Al-Usyr. Adapun para petugas yang bertugas mengumpulkan shadaqah-shadaqah atau yang bertugas memungut upeti dari para ahli dzimmah atau yang telah mempunyai perjanjian (dengan pemerintah Islam), maka hal ini memang ada dalam syari’at Islam selama mereka tidak melampaui batas dalam hal itu. Apabila mereka melampaui batas maka mereka juga berdosa dan berbuat zhalim. Wallahu a’lam.

6). Imam Syaukani rahimahullah dalam kitabnya, Nailul Authar (4/279) mengatakan : “Kata Shahibul Maks adalah para pemungut pajak dari manusia tanpa haq”.

7). Syaikh Ibnu Baz rahimahullah dalam kitabnya, Huquq Ar-Ra’iy war Ra’iyyah, mengatakan : “Adapun kemungkaran seperti pemungutan pajak, maka kita mengharap agar pemerintah meninjau ulang (kebijakan itu)”.

PEMERINTAH BERHAK ATAS RAKYATNYA
Berkata Imam Ibnu Hazm rahimahullah dalam kitabnya, Al-Muhalla (4/281) ; “Orang-orang kaya ditempatnya masing-masing mempunyai kewajiban menolong orang-orang fakir dan miskin, dan pemerintah pada saat itu berhak memaksa orang-orang kaya (untuk menolong fakir-miskin) apabila tidak ditegakkan/dibayar zakat kepada fakir-miskin..”

Ibnu Hazm rahimahullah berdalil dengan firman Allah.

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan ….” [Al-Isra : 26]

Dalam ayat di atas dan nash-nash semisalnya, seperti Al-Qur’an surat An-Nisa ; 36, Muhammad : 42-44 dan hadits yang menunjukkan bahwa : “Siapa yang tidak mengasihi orang lain maka dia tidak dikasihi oleh Allah” [HR Muslim : 66], semuanya menunjukkan bahwa orang-orang fakir dan miskin mempunyai hak yang harus ditunaikan oleh orang-orang kaya. Dan barangsiapa (di antara orang kaya melihat ada orang yang sedang kelaparan kemudian tidak menolongnya, maka dia tidak akan dikasihi oleh Allah: [16]

BAGAIMANA SIKAP KAUM MUSLIMIN TERHADAP PAJAK?
Setelah jelas bahwa pajak merupakan salah satu bentuk kezhaliman yang nyata, timbul pertanyaan : “Apakah seorang muslim menolak dan menghindar dari praktek pajak yang sedang berjalan atau sebaliknya?”

Jawabnya.
Setiap muslim wajib mentaati pemimpinnya selama pemimpin itu masih dalam kategori muslim dan selama pemimpinnya tidak memerintahkan suatu kemaksiatan. Memang, pajak termasuk kezhaliman yang nyata. Akan tetapi, kezhaliman yang dilakukan pemipimpin tidak membuat ketaatan rakyat kepadanya gugur/batal, bahkan setiap muslim tetap harus taat kepada pemimpinnya yang muslim, selama perintahnya bukan kepada kemaksiatan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya Radhiyallahu ‘anhum bahwa akan datang di akhir zaman para pemimpin yang zhalim. Kemudian beliau ditanya tentang sikap kaum muslimin : “Bolehkah melawan/memberontak?”. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab ; “Tidak boleh! Selagi mereka masih menjalankan shalat” [15]

Bahkan kezhaliman pemimpin terhadap rakyatnya dalam masalah harta telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimana seharusnya rakyat menyikapinya. Dalam sebuah hadits yang shahih, setelah berwasiat kepada kaum muslimin agar selalu taat kepada Allah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada kaum muslimin supaya selalu mendengar dan mentaati pemimpin walaupun seandainya pemimpin itu seorang hamba sahaya (selagi dia muslim). [16]

Dijelaskan lagi dalam satu hadits yang panjang, setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan akan datangnya pemimin yang zahlim yang berhati setan dan berbadan manusia, Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu ‘anhu bertanya tentang sikap manusia ketika menjumpai pemimpin seperti ini. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab.

“Dengarlah dan patuhlah (pemimpinmu)! Walaupun dia memukul punggungmu dan mengambil (paksa) hartamu” [HR Muslim kitab Al-Imarah : 1847]

Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah memberi alasan yang sangat tepat dalam masalah ini. Beliau mengatakan : “Melawan pemimpin pada saat itu lebih jelek akibatnya daripada sekedar sabar atas kezhaliman mereka. Bersabar atas kezhaliman mereka (memukul dan mengambil harta kita) memang suatu madharat, tetapi melawan mereka jelas lebih besar madharatnya, seperti akan berakibat terpecahnya persatuan kaum muslimin, dan memudahkan kaum kafir menguasai kaum muslimin (yang sedang berpecah dan tidak bersatu) [17]

DIANTARA SUMBER PEMASUKAN NEGARA
Di antara sumber pemasukan negara yang pernah terjadi di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam ialah.

1). Zakat, yaitu kewajiban setiap muslim yang mempunyai harta hingga mencapai nishabnya. Di samping pemilik harta berhak mengeluarkan sendiri zakatnya dan diberikan kepada yang membutuhkan, penguasa juga mempunyai hak untuk menarik zakat dari kaum muslimin yang memiliki harta, lebih-lebih apabila mereka menolaknya, kemudian zakat itu dikumpulkan oleh para petugas zakat (amil) yang ditugaskan oleh pemimpinnya, dan dibagikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat At-Taubah : 60. Hal ini bisa kita lihat dengan adanya amil-amil zakat yang ditugaskan oleh pemimpin kaum muslimin baik yang terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam ataupun generasi berikutnya.

2). Harta warisan yang tidak habis terbagi. Di dalam ilmu waris (faraidh) terdapat pembahasan harta yang tidak terbagi. Ada dua pendapat yang masyhur di kalangan para ahli faraidh. Pendapat yang pertama, harus dikembalikan kepada masing-masing ahli waris disesuaikan dengan kedekatan mereka kepada mayit, kecuali salah satu dari istri atau suami. Pendapat kedua mengatakan, semua harta yang tidak terbagi/kelebihan, maka dikembalikan ke baitul mal/kas negara. Walau demikian, suatu ketika harta yang berlebihan itu tidak bisa dikembalikan kepada masing-masing ahli waris, semisal ada seorang meninggal dan ahli warisnya seorang janda saja, maka janda tersebut mendapat haknya 1/6, dan sisanya –mau tidak mau- harus dikembalikan ke baitul mal. [18]

3). Jizyah, adalah harta/upeti yang diambil dari orang-orang kafir yang diizinkan tinggal di negeri Islam sebagai jaminan keamanannya. [19]

4). Ghanimah dan fai’. Ghanimah adalah harta orang kafir (al-harbi) yang dikuasai oleh kaum muslimin dengan adanya peperangan. Sedangkan fai’ adalah harta orang kafir al-harbi yang ditinggalkan dan dikuasai oleh kaum muslimin tanpa adanya peperangan. Ghanimah sudah ditentukan oleh Allah pembagiannya dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal : 41, yaitu 4/5 untuk pasukan perang sedangkan 1/5 yang tersisa untuk Allah, RasulNya, kerabat Rasul, para yatim, fakir miskin, dan ibnu sabil. Dan penyalurannya melalui baitul mal. Sedangkan fai’ pembagiannya sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr : 7, yaitu semuanya untuk Allah, RasulNya, kerabat Rasul, para yatim, fakir miskin, dan ibnu sabil. Dan penyalurannya (juga) melalui mal.

5). Kharaj, hal ini telah kami jelaskan dalam point : Adakah Pajak Bumi Dalam Islam?”, diatas.

6). Shadaqah tathawwu, yaitu rakyat menyumbang dengan sukarela kepada negara yang digunakan untuk kepentingan bersama.

7). Hasil tambang dan semisalnya.

Atau dari pemasukan-pemasukan lain yang dapat menopang anggaran kebutuhan pemerintah, selain pemasukan dengan cara kezhaliman semisal badan usaha milik negara.

PENUTUP
Sebelum kami mengakhiri tulisan ini, perlu kiranya kita mengingat kembali bahwa kemiskinan, kelemahan, musibah yang silih berganti, kekalahan, kehinaan, dan lainnya ; di antara sebabnya yang terbesar tidak lain ialah dari tangan-tangan manusia itu sendiri. [Ar-Rum : 41]

Di antara manusia ada yang terheran-heran ketika dikatakan pajak adalah haram dan sebuah kezhaliman nyata. Mereka mengatakan mustahil suatu negara akan berjalan tanpa pajak.

Maka hal ini dapat kita jawab : Bahwa Allah telah menjanjikan bagi penduduk negeri yang mau beriman dan bertaqwa (yaitu dengan menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya), mereka akan dijamin oleh Allah mendapatkan kebaikan hidup mereka di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak, sebagaimana Allah berfirman.

“Seandainya penduduk suatu negeri mau beriman dan beramal shalih, niscaya Kami limpahkan kepada merka berkah (kebaikan yang melimpah) baik dari langit atau dari bumi, tetapi mereka mendustakan (tidak mau beriman dan beramal shalih), maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” [Al-A’raf : 96]

Ketergantungan kita kepada diterapkannya pajak, merupakan salah satu akibat dari pelanggaran ayat di atas, sehingga kita disiksa dengan pajak itu sendiri. Salah satu bukti kita melanggar ayat di atas adalah betapa banyak di kalangan kita yang tidak membayar zakatnya terutama zakat mal. Ini adalah sebuah pelanggaran. Belum terhitung pelanggaran-pelanggaran lain, baik yang nampak atau yang samara.

Kalau manusia mau beriman dan beramal shalih dengan menjalankan semua perintah (di antaranya membayar zakat sebagaimana mestinya) dan menjauhi segala laranganNya (di antaranya menanggalkan beban pajak atas kaum muslimin), niscaya Allah akan berikan janji-Nya yaitu keberkahan yang turun dari langit dan dari bumi.

Bukankah kita menyaksikan beberapa negeri yang kondisi alamnya kering lagi tandus, tetapi tatkala mereka mengindahkan sebagian besar perintah Allah, maka mereka mendapatkan apa yang dijanjikan Allah berupa berkah/kebaikan yang melimpah dari langit dan bumi, mereka dapat merasakan semua kenikmatan dunia. Sebaliknya, betapa banyak negeri yang kondisi alamnya sangat strategis untuk bercocok tanam dan sangat subur, tetapi tatkala penduduknya ingkar kepada Allah dan tidak mengindahkan sebagian besar perintah-Nya, maka Allah hukum mereka dengan ketiadaan berkah dari langit dan bumi mereka, kita melihat hujan sering turun, tanah mereka subur nan hijau, tetapi mereka tidk pernah merasakan berkah yang mereka harapkan. Allahu A’lam.

[Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi I, Tahun VI/Sya'ban 1427/2006. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon Al-Islami, Alamat : Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim]
__________
Footnotes
[1]. Lihat Ali-Imran : 117 dan HR Muslim 2578 dari jalan Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu.
[2]. Lihat Lisanul Arab 9/217-218, Al-Mu’jam Al-Wasith hal. 602, Cet. Al-Maktabah Al-Islamiyyah dan Mukhtar Ash-Shihah hal. 182
[3]. Lihat Lisanul Arab 9/217-218 dan 13/160 Cet Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, Shahih Muslim dengan syarahnya oleh Imam Nawawi 11/202, dan Nailul Authar 4/559 Cet Darul Kitab Al-Arabi
[4]. Lihat Al-Mughni 4/186-203
[5]. Dinukil definisi pajak ini dari buku Nasehat Bijak Tuk Para Pemungut Pajak oleh Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa, dan sebagai amanah ilmiah kami katakan bahwa tulisan ini banyak mengambil faedah dari buku tersebut.
[6]. Hadits ini shahih, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Jami’ush Shagir 7662, dan dalam Irwa’al Ghalil 1761 dan 1459.
[7]. Lihat Silsilah Ash-Shahihah jilid 7 bagian ke-2 hal. 1198-1199 oleh Al-Albani
[8]. Lihat Nasehat Bijak hal. 75-77 oleh Ibnu Saini, dan Al-washim wal Qawashim hal. 49 oleh Dr Rabi Al-Madkhali.
[9]. Lihat Nasehat Bijak Tuk Pemungut Pajak hal. 88 oleh Ibnu Saini
[10]. Lihat At-Taubah : 60
[11]. Lihat Al-Mughni 4/200
[12]. Asal perkataan ini diucapkan oleh Al-Jashshah dalam Ahkamul Qur’an 4/366
[13]. Lihat Iqadh Al-Himmam Al-muntaqa Jami’ Al-Ulum wal Hikam hal. 157
[14]. Asal perkataan ini dinukil dari perkataan Ibnu Hazm rahimahullah, dengan penyesuaian. (Lihat. Al-Muhalla bil-Atsar dengan tahqiq Dr Abdul Ghaffar Sulaiman Al-Bandari 4/281-282
[15]. HR Muslim : 1855 dari jalan Auf bin Malik Al-Asyja’i Radhiyallahu ‘anhu
[16]. Hadits no. 28 dalam kitab Al-Arbaun An-Nawawi diriwayatkan oleh Abu Dawud no 2676, dan Ahmad 4/126.
[17]. Lihat Al-Fatawa As-Syar’iyah Fi Al-Qodhoya Al-Ashriyyah halaman.93
[18]. Lihat Al-Khulashoh Fi Ilmi Al-Faro’idh hal. 375-385
[19]. Lihat Lisan Al-Arab 2/280/281 cetakan Dar Ihya At-Turots