Minggu, 16 Mei 2010

SURAT TERBUKA BUAT SBY,SRI MULYANI DAN GOLKAR

Menomorsatukan nafsu ketimbang hati urani dan hukum, nampaknya telah meracuni hampir sebagian besar elit politik negeri ini.Akibatnya, semuanya seolah-olah menjadi gelap. Perkara yang terang benderang penyimpangannya dan jelas-jelas merugikan triliunan rupiah uang Negara pun nyaris tenggelam hanya dengan kompromi para elit politik.
Hal itu terlihat jelas dari perjalanan kasus bank century. Pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dari kabinet untk kemudian bertugas sebagai managing director di Bank Dunia seolah-olah menjadi puncak akhir dari perjalanan panjang skandal yang diduga merugikan banyak uang Negara ini.

Dugaan itu semakin mendapatkan pembenaran tatkala partai-partai yang sebelumnya sangat ngotot untuk membongkar kasus ini, terlihat melunak.Bahkan, partai golkar yang sebelumnya menggonggong sangat galak, mulai mengambil jalan kompromistis dan memberi sinyal untuk menutupbukukan skandal yang menghebohkan di periode kedua kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.

Pendek kata, pengunduran diri Sri mulyani dan melunaknya Golkar memang terlihat ganjil. Sebab, sebelumnya masing-masing pihak, baik pemerintah dan partai-partai di DPR terlihat ngotot mempertahankan sikapnya.

Makanya heran jika gejala ini menarik perhatian banyak pakar politik .Malahan sebagian dari mereka mencurigai fenomena tersebut merupakan akal-akalan saja dari tiga pihak yang berkepentingan:Presiden SBY,Golkar dalam hal ini adalah Abu rizal Bakrie dan Sri mulyani – Boediono.Hasilnya win win solution.

JIka diteliti lebih dalam, pandangan pengamat politik itu banyak benarnya.Sri mulyani misalnya, selain mendapatkan kedudukan terhormat sebagai managing director Bank dunia dengan penghasilan sebulan tak kurang dari 263juta ---15 kali lipat dari gajinya sebagai menteri keuangan, belum termasuk berbagai tunjangan lainnya, ia sudah barang tentu akan mendapatkan proteksi lebih dari yang didapatkan di Indonesia, khususnya di bank dunia. Padahal sebelumnya, ia menjadi bulan-bulanan para politisi senayan.

Sementara itu, Presiden SBY juga mendapatkan keuntungan. Setidaknya, jalannya pemerintahan akan aman terkendali karena golkar, mitra koalisinya selama ini tidak lagi akan merecoki sehingga koalisi yang dibangunnya akan kembali normal. Hal itu semakin nyata dengan penunjukan Abu rizal bakrie sebagai ketua harian koalisi.

Dengan format seperti ini keuntungan paling besar akan diperoleh golkar. Paling tidak ketua umumnya Abu rizal Bakrie akan merasa lega. Hubungannya dengan presiden Susilo akan membaik dan paling penting adalah pajak bermasalah salah satu perusahaannya tidak akan digangu gugat.

Namun, secanggih apapun hasil kompromi meeka, kini rakyat tidak akan tertipu. Umat tidak lagi peduli ,bahkan masyarakat semakin mengerti akan kebobrokan mereka. Sikap demokrat yang selama ini ditonjolkan presiden Yodhoyono diberbagai kesempatan, ternyata kamuflase.

Sikap demokratisnya selama ini, tak lain hanya untuk membangun citra pribadinya dimata masyarakat. Tak lebih dari itu. Sedangkan, wataknya sebangun dengan para pemimpin di zaman orde baru yang pro kepada kepentingan kapitalis, ketimbang rakyat banyak.

Sedangkan Sri mulyani yang selama ini dianggap bersih, tegas dan pintar, terutama oleh para pengagumnya, ternyata tak lebih dari seorang pengecut .Kalaulah benar, ia merasa ditipu dengan kasus century ini, kenapa ia tak buka suara? Kenapa pula ia tidak menyatakan yang sebenarnya saat dipanggil tim pansus dan KPK?

Sebaliknya, Sri yang kepergiannya menjadi pegawai bank dunia ditangisi para pengagumnya ini, malah dengan senang hati rela menjadi bumper kasus century.Jika memang pintar, cerdas, tegas kenapa pula ia harus takut membongkar kasus ini?
Apakah ia takut kehilangan jabatan dan fasilitas Negara? Karena itu, tak ada kata yang pantas diberikan terhadap sikap Sri yang pengecut.

Golkar dan aburizal Bakrie setali tiga uang dengan Presiden dan Sri. Sikap golkar dan Aburizal bakrie pada kasus century pantasnya disebut maling teriak maling.Gonggongan keras golkar pada skandal ini, hanya sekadar untuk mengamankan posisi bosnya dari tudingan penggemplang pajak.

Selain itu, Golkar juga berlumuran dosa politik Orde baru. Dimasa Kekuasaan Golkar dan Orde baru ini pula budaya korupsi, kolusi,dan nepotisme mengurat akar. Sehingga kebijakan golkar yang pro kapitalis menyengsarakan rakyat banyak.

Belajar dari kasus ini, sudah selayaknya kita bersikap lebih dewasa dalam berpolitik. Jangan lagi pilih politisi dan partai yang jelas-jelas suka mengibuli rakyat. Bersih,cerdas,pintar ternyata belumlah cukup mengantarkannya menjadi pemimpin baik. Persyaratannya haruslah ditambah, yaitu jujur dan amanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar