Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pejabat lainnya bisa dikatagorikan melanggar konstitusi, jika mereka tidak memelihara dan tak mempunyai kepedulian kepada rakyat miskin. Padahal, dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat 1 secara jelas dikatakan, fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. ‘’Kini banyak sekali ‘’manusia kardus’’ di Jakarta yang hidup di pinggir rel kereta api dan dipinggir kali. Mereka tak mendapat perhatian sama sekali dari negara,’’ujar Adim (72), warga miskin yang hidup di pinggir kali di RW 07, Kel.Duri Pulo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, kepada media politisi-indonesia.com, Rabu (28/10).
‘Manusia-manusia kardus,’ kata Adim tokoh masyarakat yang juga mantan pengurus RW 08, Duri Pulo, umumnya benar-benar miskin dan terpinggirkan. Mereka hidup seadanya dipinggir rel kereta api atau dipinggir kali dengan rumah-rumah dari seng atau apa saja. Padahal, kata dia, kehidupan tersebut sungguh penuh resiko, karena suatu saat bisa saja disambar kereta api yang lewat. ‘’Mereka tidak pernah berpikir tentang hal itu. Yang penting, bisa hidup di Jakarta,’’kata laki-laki yang separuh hidupnya tinggal di Jakarta.
Menurut dia, perhatian pemerintah (penguasa) terhadap rakyat miskin saat ini tidak ada sama sekali, karena seakan-akan semuanya hanya slogan dan seremonial belaka. Ia memberi contoh, pada Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada hari ini, mana ada pihak Menpora (Menteri Pemuda dan Olahraga) memperingati Hari Sumpah dengan karya dan bhakti sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Misalnya, mengadakan kerja bhakti massal, sehingga Jakarta tidak kotor. Atau bisa saja diadakan pengobatan gratis buat rakyat miskin.
Adim sangat kagum dengan aksi sosial Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia yang benar-benar melakukan bhakti sosial kepada rakyat Indonesia, karena rakyat miskin sungguh-sungguh dibantu dengan pengobatan gratis, jika mereka meminta bantuan. Adim yang merupakan salah satu rakyat miskin yang hidup di Jakarta, beberapa waktu meminta bantuan kepada Budha Tzu Chi Indonesia, guna mengobati operasi hernia yang dideritanya. Setelah memberi berbagai persyaratan berupa surat keterangan miskin dari lurah, Adim direkomendasikan di operasi di Rumah Sakit Cinta Kasih—milik Yayasan Buhdha Tzu Chi.
Jangan Malu-malu
Menurut Adim, bunyi konstitusi yang mengamanahkan fakir miskin dipelihara negara, memang kedengarannya indah di telinga. Tapi, realitasnya sama sekali tak ada. ‘’Jika pasal-pasal UUD 1945 tak dijalankan oleh Presiden SBY dan para menteri, maka bukan hanya mereka yang melanggar konstitusi, tapi semua pejabat negara bisa melanggar konstitusi,’’tegasnya.
Ia sangat prihatin saat ini biaya pengobatan di rumah-rumah sakit milik pemerintah bagi rakyat miskin, tetap saja harus bayar sekitar 50 persen. RS Swasta lebih parah lagi, sebab harus membayar penuh. Oleh karena itu, kata Adim, tak heran jika rumah sakit Islam saat ini sudah komersil dan tak ada yang gratis. Mestinya, usul Adim, untuk memperingati Hari-hari Besar Islam, RS Islam mengadakan pengobatan gratis buat rakyat miskin!
Meski sudah ada surat keterangan miskin dari lurah dan ditandatangani camat setempat, kata Adim, tetap saja biaya operasi di rumah sakit milik pemerintah—seperti RS Tarakan-Jakarta, tetap dikenakan biaya 50 persen. Sebagai contoh, katanya, ia akan operasi hernia di RS Tarakan, ternyata dikenakan biaya Rp 3 juta.
Jika ada surat keterangan miskin, dikenakan biaya Rp 1,5 juta. ‘’Dari mana uang sebanyak itu? Buat makan saja sudah susah, boro-boro buat membayar biaya operasi. Pemerintah kita tak memahami kehidupan warganya yang hidup miskin. Mustinya, jika sudah mengantongi surat keterangan miskin dari lurah, maka semua biaya pengobatan di rumah sakit pemerintah di tanggung pemerintah,’’katanya.
Karena itulah, Adim terpaksa meminta bantuan kepada Yayasan Budha Budha Tzu Chi Indonesia yang memberi pelayanan gratis bagi masyarakat tak mampu. Semua biaya pengobatan dan operasi sungguh-sungguh gratis, asalkan ada surat pengantar dari lurah. ‘’Saya dilayani dengan sopan santun oleh pengurus yayasan. Malah diberi makan dan minum. Rasanya terharu saya yang sudah tua ini dilayani dengan sopan santun. Dokter-dokter dari Taiwan, benar-benar sopan dan ramah,’’katanya,
Apa yang dilakukan oleh Budha Tzu Chi tak bisa dilakukan pemerintah kita yang cuma berteori belaka. Hal itupun, kata Adim, tak bisa dilakukan oleh yayasan-yayasan milik orang Islam.’’Di kemanakan uang Bazis dan zakat-zakat itu ?,’’ujarnya.
Padahal, ajaran Islam mengajarkan saling tolong menolong kepada umatnya. Itu teorinya, tapi prakteknya tidak ada sama sekali. ‘’Berobat di Yayasan Budha Tzu Chi tak ada kaitan dengan aqidah. Mereka melayani rakyat Indonesia yang miskin berdasarkan kemanusiaan semata, sehingga betapa banyak umat Islam yang berobat ke situ. Lebih dari 50 persen yang berobat terdiri umat Islam. Mustinya, umat Islam tak usah malu-malu belajar dari Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia,’’katanya.
Arogan dan Sombong
Umat Islam dan juga pengurus mesjid yang menghimpun dana umat Islam, katanya, tak bisa melakukan seperti apa yang dilakukan umat Budha yang mendirikan Yayasan Budha Tzu Chi, karena umat Islam dilanda penyakit individual, arogan dan sombong, serta tak peduli kepada sesamanya. Ada organisasi Islam, kata Adim, kerjanya hanya unjuk rasa saja. Yang lain mengajarkan kekerasan. ‘’Padahal, Islam mengajarkan kepada umatnya agar saling tolong menolong dan bantu membantu. Itu semua ibadah. Terkadang tersenyum saja tak mau. Padahal, senyum itu ibadah. Apalagi mesjid-mesjid yang dananya puluhan juta rupiah, rata-rata dana itu digunakan oleh pengurusnya sendiri. Fakir miskin jarang dibantu oleh pengurus mesjid. Saat ini, jangan dikira korupsi tak melanda mesjid-mesjid di Jakarta yang menghimpun dana umat puluhan juta. Mereka rata-rata bersembunyi dibalik kesucian mesjid,’’kata Adim pula.
Ia mengimbau umat Islam perlu studi banding kepada Yayasan BudhaTzu Chi Indonesia. ‘’Jangan malu-malu berbagi pengalaman. Toh orang Budha jumlahnya sedikit di Indonesia, tapi mereka bisa berbuat baik dan nyata di negeri ini dengan cara membantu fakir miskin. Tapi, umat Islam yang mayoritas di negeri ini tak mampu berbuat apa-apa. Padahal, membantu orang yang kesulitan dan miskin, pahalanya jauh lebih besar,’’tukas Adim pula.(S/01/09)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar